Di sini, peran seniman (dalang, misalnya) tengah mengambil posisi sebagai komunikator handal dalam menyampaikan pesan moral dan etika kepada umat. Ia selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya mengingat perubahan lingkungan sekitar demikian cepat.
Realitasnya memang Indonesia sangat khas. Sangat kaya dengan berbagai ragam budaya. Indonesia juga sangat agamis. Antara nilai agama dan budaya tidak bisa dipisahkan dalam konteks Indonesia.
Sayangnya, belakangan budaya dan agama seperti dibenturkan. Perbedaan antaretnis mulai disinggung. Bahkan simbol agama diangkat yang berdampak pada ketersinggungan antarumat.
Padahal sebelumnya tidak pernah terjadi. Kita sejatinya harus sadar bahwa budaya mengandung nilai spiritualitas dan agama yang membutuhkan budaya sebagai ruang aktualisasi. Sungguh sayang, jika tiba-tiba seperti berhadapan antara satu dengan yang lain. Â
**
Menghadapi realias seperti itu, sudah saatnya Indonesia sebagai negara besar memiliki regulasi yang mengatur kerukunan (antarumat beragama).
Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kerukunan (antarumat beragama) belum juga dibicarakan di legislatif. Padahal RUU-nya sudah dibicarakan sejak 2014 silam.
UU tersebut sangat diperlukan. Sebab, kedudukannya akan menjadi pilar kesatuan bangsa bagi negara demokratis yang harus menghormati kemajemukan (pluralitas).Â
Terpenting, UU Kerukunan dapat menjembatani antarpemeluk agama, antaretnis dan perbedaan yang terjadi kala isunya tengah mengemuka. Â Pertanyaannya kini, mengapa RUU Kerukunan Bagai "Ditelan Bumi" ? Bukankah KitaSemuaBersaudara?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H