Tegasnya, KPI hanya untuk mengawasi konten free to air yang menggunakan frekuensi publik. Lalu, mengapa sudah merasa bebannya terlalu berat masih ingin wewenangnya lebih luas lagi.
Bukankah layanan konten digital seperti Netflix ataupun Youtube cukup diawasi atau ditindak dengan memakai UU Informasi dan Transaksi Elektronik, ataupun Undang-Undang Pornografi.
Pengawasan konten digital seperti Netflix, YouTube, atau layanan sejenisnya, harus dengan UU yang lain dan bukan dengan UU Penyiaran.
Diwartakan, KPI mewacanakan akan mengawasi konten-konten dari media seperti YouTube, Facebook, Netflix dan media lain yang sejenis. Untuk itu, perlu regulasi yang mengaturnya.
Namun Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI hingga kini belum menerima draf revisi UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dari DPR RI. Direktur Penyiaran Kominfo Geryantika Kurnia mengatakan, draf tersebut dibutuhkan sebagai payung hukum terkait rencana KPI ikut mengawasi konten di media-media baru atau streaming seperti YouTube dan Netflix.
Jika saja KPI ikut turut mengawasi konten di media-media baru atau streaming seperti YouTube dan Netflix, bisa jadi ke depan lembaga ini bekerja seperti Badan Sensor. Jika kita ingat, badan sensor itu -- yang kemudian mengubah nama menjadi lembaga sensor (film) -- realitasnya tidak sejalan dengan kebebasan (pers) mengemukakan pendapat.
Kerja LSF adalah menetapkan status edar film bioskop, film televisi, sinetron, acara televisi dan iklan di Indonesia. Sebuah film atau acara televisi hanya dapat diedarkan jika dinyatakan "lulus sensor" oleh LSF. LSF juga mempunyai hak yang sama terhadap reklame-reklame film, misalnya poster film. Selain tanda lulus sensor, lembaga sensor film juga menetapkan penggolongan usia penonton bagi film yang bersangkutan.
Sebelum 1994, LSF bernama Badan Sensor Film.
Semua pihak memang sudah menyadari bahwa penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial. Penyiaran juga mempunyai fungsi ekonomi dan kebudayaan.
Kita pun sepakat bahwa penyiaran diarahkan menjunjung tinggi pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tak kalah penting, menjaga dan meningkatkan moralitas dan nilai-nilai agama serta jati diri bangsa.
Lantas, dalam soal pengawasan, mengapa KPI menjadi "serakah"?Â