Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perasaan Orangtua Tentang Perceraian "Couple Goals"

2 Juli 2019   19:00 Diperbarui: 2 Juli 2019   19:08 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, pernikahan dan ijab qabul. Foto | Dokpri

Orang tua mana yang hatinya tidak hancur ketika menyaksikan puterinya dihianati oleh pasangannya sendiri ketika sedang mesra-mesranya berpacaran.

Orang tua mana pula yang tidak kalang kabut ketika menyaksikan setiap malam puterinya tidak bisa tidur lantaran terus menerus menangis akibat suaminya berhianat.

Orang tua mana pula yang tidak geram menyaksikan mantunya berhianat melakukan nikah siri dengan wanita lain dan menghianati istri sahnya.

Patut dicatat, doa orang tua terus mengalir untuk anak-anaknya. Bukan saja saat menikahkan puteri dengan lelaki pujaannya, tetapi itu sudah berlangsung sejak ia dalam kandungan ibu dan terus berlanjut sampai berumah tangga hingga orang tua memperoleh cucu dan cicit.

Ketika orang tua menyaksikan puterinya punya lelaki idaman, doa makin kuat dipanjatkan ke Maha Pengasih. Bersamaan dengan itu rasa khawatir anaknya putus dengan sang pujaan hati menjadi momok menakutkan. Takut puterinya dihianati.

Ketika orang tua menyaksikan dan mendampingi puterinya di atas pelaminan, senyum lebar diumbar luas kepada para tamu undangan. Penuh harap doa dipanjatkan para tamu.

Tapi, siapa sangka, kala sang puteri menjalani kehidupan rumah tangga, angin puting beliung datang. Sang mantu berhianat. Ia diam-diam, matanya beralih dan menjatuhkan pilihan ke wanita lain. Lelaki buaya. Lelaki hidung belang. Sumpah serapah seperti itu dan lainnya sudah sering dikumandangkan para orang tua yang tengah geram.

Saksi dan bukti menguat. Sang mantu nikah siri. Kalau sudah begitu, hati siapa yang tidak hancur. Luka bisa disembuhkan, tapi hancurnya hati yang berkeping-keping berserakan bagai beling tak ada obatnya dalam kehidupan.

Kata maaf boleh disambut dengan memaafkan. Sebab, itu sangat dianjurkan dalam ajaran agama. Tapi tentang keikhlasan hati yang telah terkoyak sulit untuk disembuhkan. Perlu bantuan malaikat dan campur tangan Tuhan.

**

Perceraian tak kenal berapa lama usia perkawinan dilalui. Usia seumur janggungkah, sudah beranak selusin sekalipun bisa terjadi.

Memelihara perkawinan yang disebut sakinah, mawadah dan warohmah itu butuh stamina. Butuh enerji dan dalam menjalaninya harus ikhlas. Terutama ketika salah satu pasangan berbuat salah dan harus pandai mengajak hati untuk berdamai dan memaafkannya.

Cinta dan kasih sayang yang dipamerkan oleh sebuah pasangan melalui media massa (sosial) tak menjadi jaminan sebuah perkawinan dapat bertahan hingga akhir hayat. Boleh jadi hal itu dilakukan untuk membentuk opini publik dan membangun pencitraan bahwa diri mereka patut dijadikan idola. Padahal, sejatinya, dalam sebuah perkawinan dibutuhkan saling memahami dan kemauan bersama untuk saling menutupi kekurangan dari setiap pasangan masing-masing. Jika salah satu pasangan tak punya "power" untuk menghalau pengaruh eksternal, potensi cerai makin menguat.

Di sisi lain, suami berkewajiban memberi nafkah isteri, tetapi tak selamanya dalam roda kehidupan ekonomi suami dalam posisi selalu menggembirakan. Karenanya, isteri perlu keikhlasan suami untuk diberi izin dan berkesempatan mengembangkan karir dan kemampuannya membantu ekonomi rumah tangga.

Andai sang isteri punya kebiasaan memencet botol pasta gigi dari tengah dan sang suami punya kebiasaan memencetnya dari ekor, tak perlu perbedaan yang hadir itu lalu dipertentangkan sebagai bahan keributan. Biarkan itu berlalu bagai angin yang dapat mengisi di setiap ruang kehidupan.

Bolehlah diumpamakan bahwa kehidupan suami isteri itu bagai pakaian selalu menempel dengan kulit. Tidak ada jarak yang memisahkan keduanya. Bagai prangku dan surat. Aktivitas berumah tangga dijalani dengan saling percaya, transparan, tanggung jawab. Harus disadari kedua belah pihak bahwa dalam rumah tangga ada hak dan kewajiban.

Para agamawan sering mengatakan, di dalam diri setiap manusia ada unsur api, air dan tanah. Semua unsur itu harus bekerja dalam keseimbangan agar tetap harmonis. Manusia diberi akal oleh Yang Maha Kuasa dan wajib menjaga keseimbangan dalam kehidupan.

Para ulama berpendapat, di dalam dada manusia itu melekat pembisik "abadi" . Kerjanya melulu sebagai pembisik. Mana kala manusia berbuat negatif, pembisik sangat aktif bekerja. Bahkan bisa menembus tabir hati dan lalu bersemayam di inti hati. Tapi, ketika yang bersangkutan banyak mendekatkan diri kepada Yang Maha Pengasih, pembisik "abadi" mengkeret, mengecil dan tak aktif.

Karenanya, untuk menghindari  PerceraianCoupleGoals seperti yang banyak terjadi di kalangan selibritis, termasuk artis Korea Selatan Song Joong Ki dan Song Hye Kyo, penguatan pemahaman bahwa perceraian itu sangat dibenci Tuhan sangat perlu diangkat ke permukaan.

Perceraian itu dibenarkan sejauh itu memang punya alasan kuat, seperti perbedaan keimanan, salah satu pasangan berhianat, dan suami hilang secara goib dan tidak memberi nafkah sebagaimana ditentukan oleh ajaran agama.

Dalam Islam sering kita dengar dalam suatu pernikahan sighat ta'liq talaq. Isinya sebuah perjanjian dari suami tentang jatuhnya talak dengan kondisi tertentu. seperti: meninggalkan isteri saya dua tahun berturut-turut, tidak memberi nafkah wajib kepadanya tiga bulan lamanya; menyakiti badan/jasmani isteri saya, atau membiarkan (tidak memperdulikan) isteri enam bulan atau lebih.

Perkawinan itu, seperti disebut di kalangan orang tua,  bagai sebuah kapal tengah mengarungi lautan. Ada kalanya ombak kecil dan membawa penumpangnya dalam suasana tenang dan damai. Tapi, suasana seperti itu tak berlangsung terus menerus. Kadang, badai dan ombak datang tiba-tiba.

Karenanya, kedewasaan dan kematangan pasangan suami isteri sangat perlu dalam menyikapi tantangan berupa badai dan ombak besar tadi.

Kedewasaan tak dapat diukur dari kehebatan suami atau tingginya derajat kedudukan dan pendidikan yang diperoleh. Juga penghasilan yang besar. Apa lagi dengan mengandalkan kecantikan atau ganteng semata. Kematangan mental secara spiritual pun sangat penting.

Tak kalah pentingnya adalah saling pengertian dan bertoleransi menghadapi persoalan yang hadir. Perbedaan adalah sunnatullah. Jalani hidup penuh kasih sayang, ikhlas baik dalam duka dan suka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun