Lantaran saking kesalnya, seorang ibu cepat-cepat mendaftarkan diri ke sebuah biro perjalanan dan memaksa manajemen travel umrah untuk memberangkatkan dirinya segera.
Ibu bersangkutan seolah tak peduli, berapa ongkos yang harus dikeluarkan. Pokoknya, bila perlu esok hari diberangkatkan lantaran seluruh dokumen pendukung: paspor dan visa umrah dengan segala persyaratan sudah lengkap. Ia mengurusnya sendiri, tanpa campur tangan biro perjalanan.
Kemudahan dalam mengurus dokumentasi demikian cepat didapat lantaran ia seorang pejabat. Ia tengah "ngebet" ingin segera tiba di Masjidil Haram dan menunaikan ibadah umrah. Di sana, ia ingin mengadukan persoalan yang membuat dirinya kesal. Gelisah dan marah.
Selidik punya selidik, ibu yang juga punya jabatan tinggi di kantor pemerintahan itu ternyata tengah menghadapi guncangan berat. Rumah tangganya bagai kapal oleng yang diterjang ombak lautan luas.Â
Tak ada yang memberi pertolongan. Kalaupun ada orang yang hadir, senyatanya bukan memberi ketenangan tetapi malah makin menambah persoalan. Makin ruwet.
Terlebih di tahun politik, tekanan di instansinya makin berat. Ancaman pergeseran jabatan makin digaungkan. Politisi ikut nimbrung, mengintervensi urusan kantor dan memainkan isu miring. Saling lempar pernyataan menjurus ke fitnah makin menguat. Di sisi lain, rumah tangga si ibu tengah berantakan. Sang suami direbut rekan sekantor. Hancur hati.
**
Menunaikan ibadah umrah itu mudah. Terpenting jika sudah memiliki visa, maka keberangkatan tinggal memesan tiket. Itu pun mudah mengingat pesawat tujuan Jeddah, Saudi Arabia, makin banyak dan lancar sekarang ini. Terpenting punya fulus.