Quba awalnya hanya terdiri atas hamparan kebun kurma. Kemudian, dikumpulkanlah batu-batu dan disusun menjadi masjid yang sangat sederhana. Meskipun tak seberapa besar, paling tidak bangunan ini bisa menjadi tempat berteduh bagi rombongan Rasulullah. Mereka bisa beristirahat kala siang hari dan mendirikan shalat dengan tenang.
Rasulullah Saw meletakkan batu pertama tepat di kiblatnya dan ikut menyusun batu-batu hingga bisa menjadi pondasi dan dinding masjid.
Rasullullah Saw dibantu para sahabat dan kaum Muslim. Ammar menjadi pengikut Rasulullah yang paling rajin dalam membangun masjid ini.
Tanpa kenal lelah, ia membawa batu-batu yang ukurannya sangat besar, hingga orang lain tak sanggup mengangkatnya.
Ammar mengikatkan batu itu ke perutnya sendiri dan membawanya untuk dijadikan bahan bangunan penyusun masjid ini. Ammar memang selalu dikisahkan sebagai prajurit yang sangat perkasa bagi pasukan Islam. Dia mati syahid pada usia 92 tahun.
Luas kebun kurma yang dijadian areal masjid kala itu 5.000 meter persegi dan masjidnya baru sekitar 1.200 meter persegi. Rasulullah sendiri pula yang mengonsep desain dan model masjidnya.
Meskipun sangat sederhana, Masjid Quba boleh dianggap sebagai contoh bentuk masjid-masjid selanjutnya. Bangunan yang sangat sederhana kala itu sudah memenuhi syarat-syarat yang perlu untuk pendirian masjid.
Masjid ini telah memiliki sebuah ruang persegi empat dan berdinding di sekelilingnya. Di sebelah utara dibuat serambi untuk tempat sembahyang.
Dulu, ruangan ini bertiangkan pohon kurma, beratap datar dari pelepah, dan daun korma yang dicampur dengan tanah liat. Di tengah-tengah ruang terbuka dalam masjid yang kemudian biasa disebut sahn terdapat sebuah sumur tempat wudhu.
**
Nah, di Masjid Quba itulah penulis seolah mendapat pembenaran mengapa sering membaca Surat Al-Ikhlas. Bahkan dalam hati dapat disebut sebagai pembelaan lantaran Aa Kiki, sapaan kami untuk Ustaz Rifqi Haitami, menjelaskan tentang Al-Ikhlas kala dalam perjalanan umrah menuju Masjid Quba, Madinah.