Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Makhluk Gaib dalam Pusaran Politik

13 Mei 2019   23:51 Diperbarui: 13 Mei 2019   23:58 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi, Andri Arief dan Setan Gundul. Foto | Serambi Indonesia

Apa bentuknya? Boleh jadi Setan Alas akan menjadi bentuk perlawanan ketidaksukaan terhadap Partai Demokrat. Biasanya, itu baru muncul saat momentum yang dianggapnya tepat.

Setan Gundul, Genderuwo dan Tuyul dalam perpolitikan akan berperan signifikan menjelang KPU mengumumkan hasil perhitungan suara. Penggalangan dan mobilisasi massa nampaknya mulai "lunglai" di tengah jalan.

Para biang keroknya yang "kebelet" membikin onar - menurut pandangan aparat keamanan - sudah kehilangan panggung. Aparat kepolisian memang tak ingin kecolongan sebelum "hujan datang". Eggi Sudjana dan Kivlan Zen yang "getol" menyuarakan ketidakpercayaan kepada hasil kerja KPU telah dipanggil pihak berwajib.

Tapi, itu juga tidak berarti Setan Gundul, Genderuwo dan Tuyul menghentikan kegiatannya selama di bulan suci Ramadan. Perlawanan dalam bentuk "letupan kecil" pasti ada. Untuk itulah pihak kepolisian menarik sejumlah aparatnya dari daerah untuk ditempatkan di Jakarta sebagai langkah antisipasi.

Mengapa bisa meletup?

Sebab, mahluk gaib yang disebut tadi sudah menjelma dalam diri pada orang-orang yang tamak kekuasaan. Mencela dan memfintah sudah jadi gambaran keseharian di tengah tontonan publik yang makin dewasa dan cerdas.

Jika kita mau merenung dan meluangkan waktu sedikit tentang hakikat mencela pihak lain, hal itu tidak menjamin ia lebih baik kondisinya dari orang lain.

Karena itu, mumpung masih di bulan Ramadan, sungguh elok menghindari saling cela satu sama lain. Saling olok, saling ejek, menghina tidak patut dilakukan.

Yakinlah hukum Allah dan sejarah pun telah mencatatnya bahwa orang yang tadinya kaya bisa jadi mendadak hilang hartanya. Orang yang punya jabatan tinggi, bisa lengser seketika karena tersangkut korupsi. Tak pandang ia seorang menteri, keturunan begawan atau ulama sekalipun. Orang yang tadinya mulia kedudukannya, bisa jadi masyarakat merendahkannya.

Sungguh, tidak pantas seseorang merasa jumawa, merasa dirinya lebih baik dari orang lain sehingga mencela dan merendahkan sudaranya sendiri. Sadarlah mahluk gaib ketika ikut dalam pusaran politik bisa membawa manusia ke lembah nista.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun