Kalau ada anak kecil menjerit sambil menangis di hadapan ibunya lantaran tidak diberi permen karet, bisa jadi anak bersangkutan tengah mencari perhatian. Kala permintaannya telah terpenuhi, ia diam dan kadang melempar senyum kebaikan kepada ibunya.
Esoknya, ia minta dibelikan mainan berupa sepeda roda tiga. Alasannya, kala bermain tak bisa lagi meminjan kepada teman-temannya. Maka, agar bisa bermain sepeda bersama teman, ia minta dibelikan sepeda persis seperti milik rekan di tetangga sebelah.
Lantaran sang ibu tak punya uang, anak bersangkutan tak segera dipenuhi permintaannya. Kembali, anak bersangkutan merengek-rengek, berteriak keras lalu bergulingan menangis minta dibelikan sepeda secepatnya. Lantaran tangisnya makin mengencang, sang ibu tambah bingung.
Ujungnya, sang ibu cari hutangan untuk membeli sepeda agar anaknya yang manja tadi tak terus menerus menangis.
**
Di dalam kelas, tercatat nama Joni. Di benak para guru ia sudah ditandai sebagai anak pintar: ngoceh, pandai bergaul, nakal dan kadang suka mengganggu teman/guru.
Joni paling suka "mengerjai" ibu guru. Caranya mencari perhatian dengan banyak bertanya ini dan itu ketika berada di dalam kelas. Kadang pertanyaannya konyol.
"Ibu, kenapa selalu memandang mata saya?" Â Tanya Joni.
Mendengar pertanyaan seperti itu, teman-temannya merasa aneh dan tertawa. Tapi, sang ibu guru sudah paham kelakuan Joni dengan memberi jawaban santai.
"Karena kamu nakal," jawabnya.
Di lain kesempatan, Joni membuat gaduh. Kursi ibu guru ditempeli permen karet. Lantaran lengketnya kuat, rok yang dikenakan ibu guru koyak ketika kursi itu didudukinya. Pakaian dalam ibu guru sempat terlihat para murid. Sang ibu guru menangis.
**
Cerita anak nakal di dalam kelas dan manja terharap orang tuanya sendiri bisa jadi sebagai potret perilaku organisasi kemasyarakatan (Ormas) dalam suatu negara. Sebut saja organisasi itu Front Pembela Islam (FPI) yang selalu menyedot perhatian publik.
Sama dengan cerita Joni di dalam kelas, ketika terjadi kekerasan beraroma Islam, sudah terbentuk stigma bahwa itu adalah pelakunya laskar FPI.
Sama dengan cerita Joni tadi, ketika ia berbuat salah tidak ada rekannya yang berteriak menyebut pelakunya Joni. Demikian juga ketika terjadi penyerbuan brutal terhadap sebuah bar atau diskotik, hanya sedikit warga bersuara mengeluarkan pernyataan mengutuk.
Intinya, mereka takut bersuara.
**
FPI dideklarasikan pada 17 Agustus 1998 (atau 24 Rabiuts Tsani 1419 H) di halaman Pondok Pesantren Al Um, Kampung Utan, Ciputat, di Selatan Jakarta oleh sejumlah Habaib, Ulama, Mubaligh dan Aktivis Muslim dan disaksikan ratusan santri yang berasal dari daerah Jabotabek.
Om Wikipedia menyebut bahwa pendirian organisasi ini hanya empat bulan setelah Presiden Soeharto lengser dari jabatannya. Ketika Orde Baru, mana berani mereka unjuk 'gigi'. Sebab, Presiden  Soeharto tidak mentoleransi tindakan ekstrimis dalam bentuk apapun. FPI berdiri dengan tujuan untuk menegakkan hukum Islam di negara sekuler.
FPI di era reformasi makin populer. Ormas ini mengusung pandangan Islamisme konservatif, punya  basis massa yang signifikan dan menjadi motor di balik beberapa aksi pergerakan Islam di Indonesia, seperti Aksi 2 Desember pada 2016.
Menyaksikan sepak-terjang anggota Ormas ini sungguh menakutkan. Polisi pun sepertinya tak punya "daya" ketika menghadapi laskar FPI. Seolah dibuat kelimpungan.
Bisa jadi jika kita tengok latar-belakang itu merupakan gambaran letupan dari  penderitaan panjang umat Islam di Indonesia karena lemahnya kontrol sosial penguasa sipil maupun militer akibat banyaknya pelanggaran HAM yang dilakukan oleh oknum penguasa.
Pada 2002, FPI sempat menuntut agar syariat Islam dimasukkan pada pasal 29 UUD 45 yang berbunyi, "Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" dengan menambahkan "kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" seperti yang tertera pada butir pertama dari Piagam Jakarta yang dirumuskan pada tanggal 22 Juni 1945 ke dalam amendemen UUD 1945.
**
Kita harus objektif melihat Ormas Islam yang satu ini. Karena menyandang label Islam, tak salah bila kita melihat sejarah masuknya Islam ke Nusantara, wilayah Indonesia, aroma kesejukan sangat terasa. Islam masuk tidak disertai kekerasan tetapi justru membawa kedamaian.
Lihat walisongo ketika menyebarkan Islam. Â Islam masuk melalui sentuhan budaya dan mengusung toleransi demikian tinggi. Bukan menyakiti tetapi mengasihi. Kasih sayang antarsesama dijaga hingga menimbulkan saling percaya satu sama lain.
Lantas,dengan realitas yang ada, patut kita bertanya, masih patutkah  organisasi yang mengusung Amar Ma'ruf dan Nahi Munkar mempertontonkan kekerasan di berbagai tempat mendapat dukungan publik?
Amar Ma'ruf dan Nahi Munkar adalah sebuah perintah untuk mengajak atau menganjurkan hal-hal yang baik dan mencegah hal-hal yang buruk bagi masyarakat. Dalam berbagai literatur ditegaskan bahwa Hendaklah kamu beramar ma'ruf (menyuruh berbuat baik) dan bernahi mungkar (melarang berbuat jahat). Kalau tidak, maka Allah akan menguasakan atasmu orang-orang yang paling jahat di antara kamu, kemudian orang-orang yang baik-baik di antara kamu berdo'a dan tidak dikabulkan (do'a mereka). (HR. Abu Dzar) .
Amar ma'ruf nahi munkar dilakukan sesuai kemampuan, yaitu dengan tangan (kekuasaan) jika dia adalah penguasa/punya jabatan, dengan lisan atau minimal membencinya dalam hati atas kemungkaran yang ada, dikatakan bahwa ini adalah selemah-lemahnya iman seorang mukmin.
Melihat realitas seperti di atas, kini keputusan memperpanjang Surat Keterangan Terdaftar (SKT) organisasi kemasyarakatan (Ormas) ada di tangan Kementerian Dalam Negeri. Kita yakin bahwa pemerintah terus memantau aktivitas seluruh Ormas di tanah air, apakah masih bersinergi dengan nilai-nilai Pancasila atau tidak.
Eksistensi Ormas sayogiaya berperan menjaga bersatunya kemajemukan bangsa ini, termasuk menjaga keutuhan UUD 45 sebagai ideologi negara.
Tegasnya, peran Ormas adalah memberikan kontribusi dalam pembangunan menjaga keutuhan NKRI, menjaga tetap tegaknya Pancasila. Â
SKT milik FPI akan habis masa berlakunya 20 Juni 2019 mendatang. Dan berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 57 Tahun 2017 tentang Pendaftaran dan Pengelolaan Sistem Informasi Organisasi Kemasyarakatan, SKT perlu didapatkan ormas yang tidak berbadan hukum, agar terdaftar pada administrasi pemerintahan.
SKT berlaku selama lima tahun sejak ditandatangani.
Kita nantikan sikap pemerintah.
Sumber bacaan satu dan dua
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI