Mumpung masih kuat dalam ingatan dan belum diangkat dalam perhelatan kampanye, penulis ingin membagi materi yang bisa dimanfaatkan pasangan calon Presiden 02, Prabowo Subianto--Sandiaga S Uno, sebagai materi isu untuk meningkatkan elektabilitasnya.
Sebut saja materi yang dimaksud sebagai "amunisi" menjelang debat kelima, yang diagendakan pada 13 April 2019 mendatang.
Debat kelima akan membahas tema 'Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial, Keuangan, dan Investasi', yang akan kembali diikuti pasangan Capres-Cawapres, yaitu Jokowi-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Keren, kan? Siapa tahu bisa memiliki 'daya kejut' dan membuat pihak kubu lawan, pasangan calon Presiden 01, Joko Widodo -- KH Ma'ruf Amin, terhuyung bagai petinju kena pukulan hook.
Dulu, jika kita ingat, Â Mike Tyson, petinju kelas berat, Â ditakuti lantaran hooknya sering mengakibatkan KO lawan. Â Petinju Indonesia Ellyas Pical memiliki pukulan hook kiri yang sangat keras, dan sering memukul KO lawan dengan senjata andalan hook kiri.
Boleh jadi, nanti setelah punya "amunisi" itu, peluru yang dimuntahkan Prabowo tepat sasaran sebagai solusi atas persoalan anak bangsa selama ini. Jika melihat tema debat, pelayanan umat beragama masih relevan dengan kesejahteraan sosial.
Ini juga terkait dengan suasana kebatinan kubu Prabowo dengan 'spirit' melangit dalam berbagai kesempatan kampanye terbuka di berbagai tempat. Prabowo adalah sosok tangguh. Â Menjelang berakhirnya kampanye terbuka, ia memanfaatkan sisa waktu yang ada. Gaya pidatonya pun makin ofensif. Nah, lantas apa materi yang penulis maksud itu?
Begini.
Dari dulu hingga kini urusan agama masih saja dianggap barang 'sensitif'. Tapi, saking sensitifnya, pemerintah sejak zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga kini belum merealisasikan janjinya tentang pembentukan Direktorat Jenderal Bimbingan Agama Khonghucu. Sampai pemerintahan Jokowi, juga tak kunjung terbentuk. Ada apa?
Nah, bila hal itu "digoreng" pada masa kampanye, umat Khonghucu akan merasa diperhatikan. Umat-umat lain pun akan memberi sambutan. Alasannya, telah hadir kesungguhan bahwa umat, bukan hanya Islam melulu diperhatikan, umat dengan jumlah penganut kecil pun mendapat tempat sebagaimana mestinya. Termasuk umat-umat kepercayaan.
Bukankah Pancasila menempatkan agama-agama di negara ini mendapat perlakuan dan pelayanan yang sama? Katanya kubu 02 adalah bagian dari partai surga. Pertanyaannya, punyakah komitmen untuk ini?
Itu baru urusan umat beragama dalam sekala kecil. Masih banyak urusan umat yang harus mendapat perhatian lebih besar lagi. Tapi, cukuplah sebagai materi isu dari dalam negeri segitu saja dulu.
Namun tidak kalah penting terkait dalam pelayanan umat di luar negeri. Sebelumnya, kita harus memahami dan menyadari bahwa urusan agama tak hanya sebatas ketika saat nikah dan kematian. Urusan yang dianggap sensitif itu juga menyangkut pelayanan umat saat kelahiran, ibadah hingga politik sekalipun membutuhkan agama sebagai instrumennya.
Bagaimana sesungguhnya pelayanan umat di luar negeri?
Hingga kini masih belum menggembirakan. Nikah antarbangsa terjadi tanpa didukung dokumen memadai. Implikasinya, bayi lahir tanpa kelengkapan akte lahir dan menyulitkan anak bersangkutan untuk mengurus kependudukan dan paspor.
Persoalan ini juga membawa konsekuensi pada sulitnya mendata WNI di luar negeri karena data umat sulit didapat.
Jika saja kesulitan ini disentuh dan dapat dicarikan solusi, kita patut memberi apresiasi.
Hingga kini, di luar negeri, urusan agama sepertinya masih dipandang "sebelah mata". Padahal, seperti disebut tadi, umat baru membutuhkan penghulu saat akan nikah, membutuhkan pemandi mayat (modin) saat tetangga atau anggota keluarga meninggal. Pembaca doa dibutuhkan saat ulang tahun kantor atau anak nikah di rumah.
Memang urusan ritual keagamaan tidak setiap hari dibutuhkan meski dalam menjalankan ibadah sehari-hari kehadiran seorang imam sangat penting jika shalat di masjid atau langgar. Namun pemerintah harus hadir melayani umatnya.
Arab Saudi, Hongkong, Malaysia, Taiwan dan beberapa negara yang menjadi "kantong" tenaga kerja Indonesia harus diberi pelayanan optimal. Solusinya, hadirkan di tempat-tempat tersebut sebuah institusi bernama Atase Agama.
Boleh jadi karena Atase Agama dianggap tak penting, maka pelayanan umat  untuk nikah, sampai saat ini masih terabaikan. Beberapa waktu lalu, wacana kehadiran atase agama pernah menjadi diskusi kecil-kecilan di lingkungan Kementerian Agama. Sayang untuk realisasinya nihil.
Di Kuala Lumpur, nikah dilakukan secara massal. Termasuk di negara bagian Malaysia: Kucing (Serawak) dan Kinibalu (Sabah). Penyelenggaraan nikah ini tidak seperti dilakukan di beberapa kota di Indonesia. Tergantung pihak KBRI setempat. Tetkala punya dana, barulah diselenggarakan. Tegasnya, tergantung 'mood' dari petugas setempat. Â Â
Bila Prabowo sukses, atase agama di Arab Saudi dan beberapa negara bisa direalisasikan kehadirannya. Bila perlu Habib Muhammad Rizieq bin Hussein Shihab ditunjuk sebagai kepala atase agama di sana. Tak perlu repot harus menjemput kembali ke Tanah Air, kan?
Nah, karena demikian pentingnya isu tersebut, Prabowo harus lebih rasional dalam memaparkannya. Ia juga harus memahami substansi dari isu tersebut. Karena bila disampaikan terlalu bersemangat tanpa memahami konten (content) secara komprehensif, maka hasilnya menjadi feedback (umpan balik) negatif bagi dirinya.
Mengapa bisa demikian?
Sebab, agama yang kini akrab sebagai instumen politik itu bisa menjadi bumerang. Bagaimana bisa kalau seseorang menganjurkan untuk hidup damai, bertoleransi antarsesama dan mampu memberikan pelayanan kepada umat jika yang bersangkutan tidak memberi keteladanan.
Jika saja ucapan umpatan dan kata tidak patut dikumandangkan, pesan moral yang ingin disampaikan akan jauh panggang dari api. Justru di situ hadir hanya keangkuhan intelektual dipertontonkan.
Tapi , penulis meyakini, para pasangan calon presiden jika mengangkat materi isu ini, maka persoalan anak bangsa di luar negeri bisa diminimalisir.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI