Untungnya, kita menonton di rumah. Bagaimana kalo dekat, masuk ruang debat. Bisa telunjuknya yang sakti mengarah ke kita.
"Dor!" katanya yang disambut tawa rekannya.
Temannya pun menimpali. "Nggak lah, paling banter bogem mentah."
Sungguh, kata orang bijak,orang kuat itu tidak lagi selalu dipandang dari sisi fisik. Tapi pada kemampuannya mengendalikan emosi. Lebih tepat, meningkatkan kesabaran. Coba lihat, 221 ribu orang menunaikan ibadah haji dari beragam strata dan perbedaan: pendidikan, budaya, usia dapat menunaikan ibadahnya dengan baik.
Hebatnya, dalam ibadah ini, kekuatan fisiknya tak sama. Yang menyebabkan mereka sukses lantaran adanya kekuatan berupa kesabaran. Padahal mereka bukan militer. Namun patuh tanpa komando ala militer. Bisakah Prabowo seperti ini? Hehehe.
Mencari pemimpin memang tidak boleh seperti membeli kucing dalam karung. Terlebih tidak mengetahui seluk beluk atau asal-usul calon yang akan dipilihnya ketika mencoblos nanti.
Dari debat keempat itu, warga diharapkan punya gambaran dan dapat  ambil bagian dalam Pemilu 2019 ini. Tetapi jangan seperti dapat jarum kampak hilang. Apa lagi menjadi golput.
Sudah jelas selalu menjadi bulan-bulanan. Maka dari itu, kata orang Betawi pinggiran, bulet ati kudu dikuatin. Jangan terpengaruh dengan hak untuk menentukan pilihan.
Salam demokrasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H