Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Cerita Imlek di Hat Yai dan Gambaran Akulturasi

2 Februari 2019   22:19 Diperbarui: 3 Februari 2019   04:40 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seperti juga pada sejumlah penganut agama, Imlek juga memiliki makna simbolik bagi etnis China dimana pun berdomisili. Kue keranjang, misalnya, dimaknai supaya setiap tahun agar setiap orang dapat mencapai prestasi gemilang pada pergantian tahun.

Kue keranjang menjelang Imlek banyak dijumpai. Belum lagi ikan bandeng, dalam ukuran besar, banyak dijumpai di sejumlah pasar trandisional dan mal. Ikan bandeng juga dimaknai sebagai pembawa berkah dan rezeki melimpah. Demikian juga jeruk, yang besarnya seperti bola, kerap laris karena dianggap sebagai pembawa keberuntungan.

Ucapan selamat Imlek. Foto | Dokpri
Ucapan selamat Imlek. Foto | Dokpri
Henki Hali, pengurus Yayasan Dharma Bakti di kawasan Petak Sembilan, Glodok, pernah mengatakan kepada penulis, jenis makanan tersebut akan membawa keberuntungan.

Kini kawasan pecinan di sekitar Glodok, Jakarta Barat, makin ramai dikunjungi warga keturunan Tionghoa. Kebanyakan di antara mereka berbelanja untuk keperluan Imlek. Kawasan ini terkenal sebagai pusat perbelanjaan barang-barang keperluan Imlek. Mulai dari makanan hingga pernak-pernik Imlek tersedia di sini.

Kebanyakan yang dijual di sini adalah angpao atau amplop wadah uang berwarna merah. Umumnya saat Imlek saudara yang lebih tua memberikan angpao pada yang lebih muda. Yang menarik dari pemandangan di kawasan pertokoan di kawasan itu adalah para penjual pernak-pernik Imlek adalah etnis Jawa dan Betawi. Ini adalah gambaran bahwa Imlek demikian akrab dengan berbagai etnis.

Lontong pun ikut Cap Go Meh. Foto | Dokpri
Lontong pun ikut Cap Go Meh. Foto | Dokpri
Sesekali penjual menyampaikan salam, "Gong Xi Fat Chai".

Kini cara perayaan Imlek di Tanah Air disambut positif. Bahkan oleh warga dari etnis lainnya, seperti di Singkawang, misalnya, banyak etnis Melayu setempat kini pandai memainkan barongsai dan permainan naga.

Ternyata, bukan saja di Singkawang dan Pontianak, para pemuda Indonesia lainnya ternyata jauh sebelum kebijakan itu dikeluarkan sudah belajar seni beladiri dan ketangkasan dari negeri tirai bambu itu.

Seni bela diri wushu atau pencak silat ala China, kini berkembang pesat di Tanah Air. Para pemuda dari berbagai etnis pun ikut mempelajarinya dan dituangkan gerakan permainannya ketika berlangsung festival barongsai atau naga.

Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) pun kini mengakui wushu sebagai salah satu cabang olahraga yang dapat dipertandingkan secara nasional. Bahkan atlet ini pada Asian Games di Jakarta, belum lama ini, meraih medali emas.

Sungguh menggembirakan lagi, bahwa para pemuda Indonesia dapat mengangkat prestasi lewat olahraga ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun