"Saya mencari sesuap nasi di sini, mas! Ya, itu. Bukan segenggam berlian loh," kata seorang pedagang seafood.
HakPejalanKaki memang dirampas. Kenyamanan ketika berjalan di trotoar terasa "terbang" begitu saja. Belakangan muncul fenomena baru, trotoar dimanfaatkan untuk parkir motor. Lihat di depan RS Budi Asih, Jalan Dewi Sartika. Di tempat lain, trotoar bukan hanya dimanfaatkan para pengojek, juga dijadikan lahan sebagai penitipan motor. Ini terjadi bukan aparat tidak tahu, tetapi melakukan pembiaran karena tidak punya solusi.
Coba saksikan jika anda melintas di kawasan Kramat, Jakata Pusat. Persis di markas PMI Jakarta. Trotoar dimanfaatkan sarana parkir karena di kawasan itu tak ada lahan untuk parkir.
Bercermin dengan negara tetangga, Malaysia. Untuk terminal saja diatur sedemikian bagus. Trotoarnya bersih dan bebas dari pedagang kaki lima. Mengapa kita tidak bisa tertib.
Sejatinya, orang Indonesia itu bisa jauh lebih tertib. Ambil contoh, ketika bertandang ke Singapura, misalnya. Mereka bisa mengindahkan aturan yang ada, seperti tidak membuang sampah sembarangan. Orang Indonesia bisa ikut tertib karena disamping aturan setempat tegas juga aparatnya tidak pandang bulu.
Pemda DKI Jakarta juga bisa berbuat demikian. Bisa menyontoh Singapura atau Malayasia dalam menertibkan trotoar bebas dari pedagang kaki lima. Pedagang diatur di tempat khusus. Â
Mengindahkan aturan memang perlu "tangan besi", bukan memberi toleransi yang berkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H