Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memetik Pelajaran Hidup dari Tjiptadinata Effendi

17 Januari 2019   20:52 Diperbarui: 17 Januari 2019   20:52 791
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Obrolan makin serius. Foto | Dokpri

Bagi kalangan blogger, khususnya penulis di blog keroyokan Kompasiana akan kenal nama Tjiptadinata Effendi. Ia adalah kompasianer rajin yang setiap hari menyumbangkan tulisannya dan selalu mendapat sambutan antarsesama penulis. Ia pun setia membaca tulisan kompasianer lainnya baik dari kalangan usia muda hingga penulis gaek. 

Kamis siang, penulis bersama isteri ikut hadir pada pertemuan Ibu dan Pak Tjiptadinata di Restoran Padang Sari Minang. Hadir rekan-rekan Pak Tjip sekampung, Padang, Sumatera Barat. Di restoran itu dua hari sebelumnya  juga digunakan sebagai pertemuan Opa Tjip, - demikian kalangan kompasianer muda memanggilnya, - dengan rekan-rekan penulis lainnya.

Saat peremuan dengan para blogger itu, saya bersama isteri datang. Tapi salah alamat, nyasar ke Restoran Sederhana di areal yang sama, Jalan Ir.Juanda. Barulah pada Kamis siang, saya berkesempatan berjumpa dengan Pak Tjip yang didamping isteri tercintanya, Ibu Roselina Tjiptadinata.

Wuih, kami gembira sekali bisa berjumpa dengan Pak Tjip yang selama ini hanya berkomunikasi lewat lini masa Komasiana.

Kami tiba di restoran tersebut sekitar Pukul 12.45 WIB. Di lantai dua sudah menunggu Pak Tjip bersama Ibu. Setelah bersalaman dan menanyakan berbagai kabar tentang kesehatan, pembicaraan dilanjutkan pada perihal isu ringan sambil menunggu rekan sekampung Pak Tjip tiba. Akhirnya, sekitar Pukul 12.15 WIB, para sahabat Pak Tjip tiba. Bahkan ada yang datang dari Pekalongan. Wuih, jauh 'beeng'. Saya menaruh hormat kepada sahabat Pak Tjip itu, jauh-jauh datang untuk memenuhi undangan Pak Tjip.

"Wajah Pak Edy seperti orang China, ya?"

"Kalau di Golok, Pak Edy dipanggil engkoh," lanjut Pak Tjip membuka pembicaraan, sekaligus pula memancing penulis untuk bercerita tentang dampak penulis punya wajah seperti etnis Tionghoa.

Penulis menahan tawa. Tapi Pak Tjip hanya tersenyum menyaksikan sikap penulis. Akhirnya, saya pun bicara tentang wajah penulis yang memiliki kemiripan dengan etnis China, yang menurut dugaan penulis bisa jadi wajah seperti itu buyut penulis memiliki keturunan dengan etnis China.

Tapi yang jelas Pak Tjip baru tahu bahwa wajah penulis yang mirip China itu punya daya pikat sendiri. Contohnya, saya mampu membawa isteri kemana-mana seperti ketika Pak Tjip ke berbagai kota. Selain itu, kalau boleh disebut sebagai keberuntungan, bisa menyelusup ke berbagai kalangan ketika melakukan investigasi reporting. Hehehe...   keren, kan?

Ini adalah peristiwa kedua penulis bertemu dengan Pak Tjiptadinata dan ibu. Pertemuan kami, tahun lalu, berlangsung di Restoran Sederhana.  Seperti juga pertemuan sebelumnya, kami menanyakan tentang kesehatan Pak Tjip yang tetap bugar meski sudah berusia 76 tahun.

Obrolan makin serius. Foto | Dokpri
Obrolan makin serius. Foto | Dokpri
Baru saya tahu, Pak Tjip jarang mengonsumsi obat seperti yang banyak dilakukan para orang tua, atau usia lanjut, meminum obat atas dasar resep dokter. Jika tak terpaksa, tak minum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun