Mama, yang kucintai.
Sudah lama Papa tak berkabar prihal hati ini yang makin perih jauh dari Mama. Lagi-lagi, semua ini karena dipertahankan untuk menjaga nama baik kita. Jika bukan karena Mama yang bekerja di kementerian penjaga moral itu, Papa sudah menjadi disersi. Papa bisa meninggalkan tugas ini hanya untuk melepaskan rasa rindu.
Seperti juga kata Mama, rindu tak ada obatnya. Untuk mengatasi rindu tak bisa dengan kesibukan, mengatasi rindu tak bisa mengalihkan dengan kegiatan mabuk-mabuk, apalagi bersembunyi di lobang kebohongan.
Obat rindu paling mujarab adalah bertemu. Ya, berjumpa dari orang yang dirundukan dan merindukan.
Papa bisa memahami, Mama juga punya perasaan yang sama. Sayangnya, Mama tak mau mengungkap perasaan seperti Papa panjang lebar lewat tulisan. Tak mau bercerita tentang keadaan di kantor, tak mau berceloteh tentang anak-anak melalui email.
Yang Papa tahu, Mama sibuk ngurusi rumah dan urusan kantor untuk kepentingan orang banyak. Termasuk, ya mikirin Papa yang tengah mabuk. Mabuk akan diri Mama, yang jika dipandang lewat facebook bukan sebagai obat tetapi menambah kerinduan.
Ingin rasanya tak membuka facebook, tetapi kadang seperti orang main kartu, ketika membuka laptop, toh akhirnya ngintip juga. Wajah Mama tetap terlihat cantik. Mama bagai seorang ibu bagi anak-anak papa yang nakal.
Mama jadi penyejuk bagi Papa dalam menjalankan tugas. Tetapi, jika dipandang terlalu lama, wajah Mama berubah seolah ingin dipeluk.
Jika sudah berubah seperti itu, kekuatan Papa untuk menghalaunya selain dengan berdoa juga menangis. Menangis sambil berdoa.
Mama, isteriku yang kusayangi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H