Tradisi bagi warga Betawi dalam memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW diisi dengan makan bersama di masjid kini mulai hilang. Kalaupun ada, dapat dipastikan karena ada donatur sehingga suasana peringatan maulid itu terkesan meriah.
Dulu, para ibu rumah tangga di kalangan warga Betawi paham sekali ketika akan dilangsungkan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Maulid datang, itu berarti para ibu harus memasak yang berbeda dengan hari-hari biasa.
Siang hari, para ibu disibukan memasak nasi uduk khas Betawi dengan opor atau goreng ayam kampung, sayur buncis atau kacang panjang, sambal hati sapi yang jika sudah selesai disiapkan dengan ditata secara apik dalam sebuah nampan.
Tiap keluarga disibukan dengan hal yang sama. Untuk menambah semangat ketika makan, para ibu di antaranya ada yang membeli buah-buahan dalam jumlah besar seperti pisang dan jeruk.
Seusai shalat jemaah margrib sebagian warga pulang. Lantas dengan cepat kembali membawa nasi dan kelengkapannya ke masjid atau mushala/langgar untuk disajikan kepada jemaah untuk makan bersama.
Peringatan maulid diselenggarakan usai shalat Isya berjamaah. Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW itu untuk setiap masjid/mushala tidak selalu bersamaan waktunya. Bisa hari ini di masjid terdekat, esok atau lusa diselenggarakan pada masjid kampung sebelah.
Biasanya, antarpengurus masjid saling memberi informasi kepada jemaah masjid. Pengumuman pengurus masjid itu dianggap sebagai undangan resmi.
"Enyak lo masak ape. Di rumah gue, ade perkedel. Enak, rasa kentangnye legit," Alibudin, tetangga penulis kala masih kecil, yang selalu mengajaknya untuk makan bersama ke rumahnya. Pasalnya, kalau makan di masjid, daging dan perkedelnya keburu direbut orang tua.
"Anak kecil ngalah. Suguhan itu memang diproritaskan bagi orang tua. Kadang mereka datang dari kampung sebelah. Lapar, tentunya," Ayah penulis memberi penjelasan, mengapa anak-anak tak selalu dibenarkan makan bareng dengan orang tua.
Di zaman old, peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW adalah saat-saat menggembirakan bagi para bocah. Bukan karena ikut-ikutan makan bersama, tetapi menanti para orang tua usai makan. Sebab, biasanya, ada nampan berisi lauk-pauk lengkap disiapkan untuk para bocah. Nampan itu pada awalnya diniatkan oleh pengurus masjid sebagai cadangan bila di dalam masjid makanan masih kurang.
Ketika para orang tua makan, anak-anak diminta minggir dan duduk di belakang teras masjid. Usai acara selesai, biasanya ada bocah paling tua memberi aba-aba: "Serbu".Â