Kedua kakinya mengecil. Mata cekung memerah, dengan kedua bola mata melesak ke dalam. Badan kurus kering dan hanya kepala yang semakin besar. Kondisi fisik seperti itu makin sulit dipulihkan. Bocah yang baru masuk aqil balik, usia remaja, itu direkomendasikan oleh dokter sebagai kekurangan gizi.
"Saya tidak terima. Mana mungkin. Ilham berangkat ke Jogja dalam kondisi bugar, sehat dan bisa berkomunikasi dengan baik, tiba-tiba sakit seperti itu," kata Pak Ngah kepada iparnya yang baru menjenguk Ilham di kediamannya.
Ilham baru saja sepekan kembali dari Jogja. Sebelumnya ia adalah pelajar teladan dan berprestasi. Seperti juga kebanyakan anak di Pontianak, melanjutkan pendidikan lebih tinggi di Tanah Jawa adalah suatu kebanggaan. Jogja adalah kota pelajar yang diminati para pemuda di kota hantu itu.
Dan, sudah menjadi idaman sejak menuntut ilmu di sekolah lanjutan atas, Ilham punya animo tinggi kuliah di kota tersebut. Dan, Ilham beruntung karena dengan mudah bisa melanjutkan pendidikannya ke salah satu perguruan tinggi 'kesohor' di kota gudeg itu.
Sayangnya, baru menjalankan perkuliahan dua bulan ia jatuh sakit. Ibu kosnya, janda kaya di pinggir kota 'gudeg' , Jeng Wiji'ah, mengaku prihatin atas penderitaan yang dialami mahasiswa asal Pontianak itu. Ia ikut memberi biaya Ilham pulang kampung bersama orang tuanya. Sebagai tanda simpati.
**
Pak Ngah mengaku kepada adik iparnya, Juned, kala menjemput Ilham ke Jogja dirinya selalu mimpi buruk. Sering didatangi manusia besar, berwajah kasar dan jelek. Tampilannya menyeramkan. Hal serupa juga terjadi kala awal mengantarkan ke rumah kos milik Jeng Wiji'ah, dirinya melihat sosok bayangan asing. Mahluk asing itu sepertinya selalu hadir dalam mimpi-mimpi buruknya.
"Tak ade lagi jalan keluarkah?" Pak Ngah membuka percakapan dan minta saran kepada Juned. Kedua insan ini ngobrol seusai magrib, serius. Namun Juned tak segera menjawab pertanyaan Pak Ngah. Ia malah diam. Terpaku. Pak Ngah, entah mengapa, juga ikut diam.
Lalu, kedua orang tua ini kemudian merenung, memikirkan nasib Ilham yang divonis dokter sebagai sakit kekurangan gizi. Padahal, Ilham sebelumnya bugar luar biasa. Ilham adalah sosok pemuda yang rajin berolahraga dan banyak ikut kegiatan sosial di masjid. Tak pernah meninggalkan shalat lima waktu.
"Bile kita merenung terus, ape ke depan hendak dibuat," Pak Ngah bicara dengan logat Melayu dan memecah keheningan.
Saat mereka bicara apa yang hendak dilakukan itu, suara kucing mengeong di luar makin keras. Tak seperti biasa, suara lolongan anjing ikut meramaikan suara kucing seperti hendah kawin. Juned menangkap ada firasat buruk.
Dan, menyaksikan gerak tubuh Juned seperti menangkap isyarat mahluk asing, Pak Ngah jadi was-was.
Juned dan Pak Ngah nampaknya paham fenomena asing yang dialami itu. Maklum, Pontianak kan dikenal sebagai kota hantu. Kedua orang itu lalu meningkatkan kewaspadaan. Doa tolak bola dibacakannya berulang-ulang. Dan, seperti gerakan reflek, mereka bergerak cepat masuk ke kamar Ilham yang tengah berbaring.
"Benar, ini genderuwo!" Juned membisikan ke telinga Pak Ngah.
Tak lama, Pak Ngah memanggil isterinya, Sa'diah. Dari dalam kamar, Sa'diah diminta untuk membawa garam. Sa'diah pun melangkah cepat ke belakang, ke dapur, menggambil garam. Namun ketika masuk ke dapur, ia tiba-tiba merasa takut. Lama ia terdiam di depan pintu dapur. Namun karena ingat diperintah sang suami, keberaniannya mengambil garam muncul.
Sekarang garam di atas mangkok dibacakan doa tolak bala. Pak Ngah lalu menaburkannya di bawah tempat tidur Ilham yang tengah tergeletak pasrah dan makin lemah kondisi fisiknya. Kuping Ilham lalu diperdengarkan ayat-ayat suci yang disambut kucuran keringat dari keningnya hingga membasahi bantal.
"Setan ini harus diusir. Kite mahluk dimuliakan Allah. Genderuwo itu mahluk terkutuk. Pegi! Tak pegi, kucampakan kau," ucap Juned dengan suara keras seperti menantang mahluk halus itu.
Usai Juned berceloteh, Pak Ngah dan seisi rumah dikagetkan getaran keras diawali suara "bug" jatuh ke permukaan bumi. Beberapa saat suara serupa terulang lagi seperti hentakan kaki orang melangkah dengan beban berat. Makin lama, suaranya kecil. Lalu, suara itu menjauh.
Seusai peristiwa itu Ilham tiba-tiba menangis. Pak Ngah dan Juned memegangi bocah itu. Â Kedua orang tua itu kemudian saling pandang disusul ucapan Alhamdulillah. Mereka meyakini, Ilham diikuti mahluk halus. Bisa jadi, mereka berkesimpulan, mahluk itu adalah genderuwo yang diperintah majikannya untuk menghabisi Ilham sebagai tumbal.
**
Genderuwa -- dalam mitos Jawa  -- digambarkan sejenis bangsa jin atau makhluk halus yang berwujud manusia mirip kera yang bertubuh besar dan kekar dengan warna kulit hitam kemerahan, tubuhnya ditutupi rambut lebat yang tumbuh di sekujur tubuh.
Genderuwa dikenal paling banyak dalam masyarakat di Pulau Jawa. Etnis Sunda menyebutnya "gandaruwo". Â Habitat kegemarannya adalah batu berair, bangunan tua, pohon besar yang teduh atau sudut-sudut yang lembap sepi dan gelap.
Pusat domisili makhluk ini dipercaya berada di daerah hutan seperti Hutan Jati Cagar Alam Danalaya, kecamatan Slogohimo, sekitar 60 km di sebelah timur Wonogiri, dan di wilayah Lemah Putih, Purwosari, Girimulyo di Kulon Progo, sekitar 60 km ke barat Yogyakarta.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru-baru ini menyebut lawan politiknya yang menebarkan rasa takut kepada masyarakat disebut sebagai genderuwo. Sebutan itu disematkan Jokowi untuk para politikus tidak beretika baik dan kerap menyebarkan propaganda untuk menakut-nakuti masyarakat. Â
"Yang tidak pakai etika politik yang baik. Tidak pakai sopan santun politik yang baik. Coba kita lihat politik dengan propaganda menakutkan, membuat ketakutan, kekhawatiran," kata Jokowi saat membagikan 3.000 sertifikat tanah di GOR Tri Sanja, Kabupaten Tegal, Jumat (9/11/2018).
Genderuwo memang menakutkan. Â Seperti cerita di atas yang terjadi di Pontianak. Hanya saja kini wujudnya berbeda, ada yang menyeramkan dan yang ganteng sopan untuk memangsa korbannya. Jika saja gendoruwo kembali ke habitatnya, tidak mustahil pula akan datang hantu kantong wewe sebagai pengganti menakuti masyarakat. Â
Sumber bacaan: satu dan dua
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H