Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Patut Ditiru Kearifan Lokal Bancakan dari Desa Terate Udik, Cilegon

8 November 2018   22:11 Diperbarui: 9 November 2018   11:49 784
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Membaca Alquran sebelum acara dimulai. Foto | Dokpri

Iri rasanya hati ini menyaksikan para warga Kampung Terate Udik, Cilegon, ketika mereka makan bersama di ruang terbuka, ikut menyertakan para bocah dalam suasana gembira. Aroma persahabatan demikian kuat, diisi saling sapa antarwarga yang berasal dari beberapa gang sempit sehingga suasana silaturahim pada acara Bancakan di penghujung bulan Safar, yang jatuh pada hari Rabu (14/11/2018), patut itu dijadikan contoh bagi warga kota.

Loh, urusan apa dengan orang kota?

Begini. Kampung Terate Udik, kelurahan Masigit, Jombang, Kota Cilegon, Banten, ini secara ekonomi warganya belum semua masuk pada kelompok sejahtera. Bila dilihat dari fisik: lingkungan, jalan, bangunan rumah hingga akses ke pusat bisnis dan pemerintahan tergolong masih jauh dari menggembirakan.

Membaca Alquran sebelum acara dimulai. Foto | Dokpri
Membaca Alquran sebelum acara dimulai. Foto | Dokpri
Penulis masuk ke berbagai jalan di gang-gang sempit untuk mencari tahu tentang persiapan pelaksanaan acara Bancakan yang setiap tahun digelar di kampung tersebut. Banyak gang senggol, disebut demikian, tak bisa dilalui kendaraan roda dua.Jalan sedikit lebar bisa dilintasi dua kendaraan roda dua masih mengesankan sempit, karena bila ada pejalan kaki harus ekstra hati-hati bersenggolan.

Warga terlihat menjemur pakaian di sembarang tempat. Di atas genting terlihat pakaian jemuran. Boleh jadi Itu terjadi lantaran rumah sudah sedemikian sesak dan sempit, sehingga ruang terbuka dimanfaatkan penghuninya untuk menjemur pakaian. 

Bahkan digunakan untuk memelihara ayam, burung merpati dan bebek. Maka, tidak heran, kadang kotoran binatang tanpa sengaja terhisap orang yang lalu lalang di gang sempit.

Di gang sempit, seorang ibu tengah membersihkan ayam yang disembelih sambil momong anak. Foto | Dokpri
Di gang sempit, seorang ibu tengah membersihkan ayam yang disembelih sambil momong anak. Foto | Dokpri
Bersihkan unggas yang telah disembelih. Foto | Dokpri
Bersihkan unggas yang telah disembelih. Foto | Dokpri
Karena kini tahun politik, banyak rumah warga ditempeli calon legislatif dari berbagai partai setempat. Bahkan, bendera partai pun ikut dipasang dengan tiang tinggi. Karena jalan sempit, kala warga menggotong keranda orang meninggal, maka tiang bendera partai tadi menjadi penghambat warga mengantar jenazah ke tempat pemakaman umum.

"Beruntung, anggota partai tidak marah. Itu kan bendera partai, bukan bendera tauhid," bisik seorang pengantar kepada rekannya saat mengantar jenazah.

Meski secara fisik warga di Kampung Terate Udik tersebut sangat sederhana dan jauh dari menggembirakan, tetapi jangan dikira para boca di sini kurang gizi, misalnya. Dari sisi kesehatan, para boca nampak sehat dan bugar. Mereka, para anak itu, kebanyakan sekolah dengan penuh disiplin.

Fasilitas kesehatan, seperti Puskesmas, lembaga pendidikan dan rumah ibadah seperti masjid nampak banyak menghiasi ruas jalan raya. Ketika diajak ngobrol, para bocah tak terlihat minder dengan orang pendatang. Mereka mendekat dan ketika diajak berdiskusi tentang mata pelajaran di sekolahnya, para bocah itu memberi jawab penuh antusias.

Kumuh. Foto | Dokpri
Kumuh. Foto | Dokpri
Madrasah tengah sepi karena para bocah serius belajar. Foto | Dokpri
Madrasah tengah sepi karena para bocah serius belajar. Foto | Dokpri
Dari sisi tampilan, para bocah mengenakan pakaian seragam rapi. Jauh dari kesan orang miskin. Itu yang membuat penulis makin menjadi penasaran, yang ternyata jawabnya adalah kesungguhan para warga setempat untuk meningkatkan harkat dan martabatnya melalui pendidikan demikian tinggi.

Lebih jauh dari itu, antarwarga yang menghuni kawasan padat tersebut umumnya memiliki jiwa gotong royong tinggi. Rumah ibadah terdekat, yang oleh warga setempat dikenal sebagai Masjid Sumpah, ternyata telah memberi spirit beribadah dalam suasana kebersamaan. Saling menguatkan silaturahim karena selalu saja di masjid "berkaromah" itu digelar berbagai kegiatan zikir, ceramah dan kegiatan sosial lain yang bermanfaat.

Nah, dalam kaitan acara Bancakan, penulis kembali berkeliling kampung ini pada siang hari. Ternyata, kesibukan warga meningkat. Mereka banyak memotong unggas berupa ayam dan bebek. Hewan peliharaan ini disembelih dengan sengaja sebagai menu makanan istimewa pada acara Bancakan.

Acara bancakan itu sendiri digelar di ruang terbuka pada tiap gang dan diikuti beberapa kelompok warga di gang yang sama, antara tujuh hingga 10 kepala keluarga (KK). Jika yang disuguhkan ayam, tentu akan ada menu lain tentu sebagai pelengkap. Setidaknya sambal dan kerupuk (meninjo) yang jadi ciri khas kampung Terate Udik.

Kumpulnya kegiatan Bancakan para warga ini, jika dilihat dari sisi kebersamaan, tentu sudah jarang terjadi di sejumlah kota besar. Silaturahim yang kuat, meski hidup dalam suasana ekonomi tak menggembirakan, akan memudahkan segala urusan dan mendatangkan pahala.

Ustaz Haeruddin ketika ngobrol dengan penulis. Foto | Dokpri
Ustaz Haeruddin ketika ngobrol dengan penulis. Foto | Dokpri
Acara Bancakan yang dihelat setiap penghujung Safar, dan menyambut bulan Muharam, jangan dipandang sebagai acara musyrik. Ini penting ditekankan, karena masih banyak pihak tidak memahami tradisi turun menurun ini. Penulis sendiri mendapat penjelasan bahwa Bancakan sudah lama ada di kampung tersebut.

Yang penting ditekankan, sebelum acara dimulai, para warga kumpul. Lantas, di situ pak ustaz atau orang tua membacakan doa keselamatan bagi warga. Karena itu, acara ini juga dimaknai sebagai tolak bala. Harapannya, setiap langkah atau perbuatan yang didedikasikan untuk kemaslahatan orang banyak membuahkan pahala.

Ritual Bancakan bagi warga Terate Udik adalah wujud implementasi keimanan. Bukankah Allah sendiri telah memerintahkan umatNya untuk meyakini hal yang gaib. Bukankah keimanan kepada yang ghaib itu merupakan asas untuk memeluk agama.

Asas memeluk agama ialah beriman kepada yang ghaib. Sebab, hal itu merupakan salah satu dari rukun iman.  

Sejauh ini kegiatan Bancakan oleh pemuka agama setempat diharapkan dapat dilestarikan. Banyak nilai positif, antara lain lahirnya semangat bergotong royong dan kepedulian sosial antarsesama. Maknanya, warga diajak untuk meningkatkan hubungan vertikal dengan Allah dengan segala ritualnya. Juga meningkatkan hubungan horizontal antarsesama dengan meningkatan kesalehan sosial.

Sayangnya, acara itu belum dioptimalkan. Bancakan sepatutnya dapat dijadikan sebagai instrumen program pemerintah setempat untuk memberdayakan warga lebih maksimal, untuk meningkatkan kesejahteraan setempat secara relegius dan berkesinambungan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun