Tentu saja Enyak makin semangat. Bicara dengan dialek Betawi si Enyak memang kudu ada lawannya. Nah, karena dia tidak punyak mitra, atau paling tidak orang sebayanya, maka pembicaraan terasa tak seimbang.
Enyak Emah akhirnya sadar. Anak-anaknya tak mahir berdialek menggunakan Bahasa Betawi. Pikirnya, anak sekolah sekarang makin intelek tetapi mulutnya terkunci ketika berhadapan dengan orang Betawi.
"Nggak mau ngangap, mengucap dan ngoceh dengan Enyaknya pake Bahasa Betawi," ucapnya yang disambut tawa anak-anaknya.
**
Dialek Betawi, bila dicermati, banyak kata-katanya menyerap dari Bahasa Arab seperti kata ane (ana), Cina seperti untuk penyebutan tauco dan masih banyak lagi. Termasuk pula dari etnis Sunda, Jawa dan Kalimantan. Di Sambas (Kalbar), dialek Betawi mirip sekali dengan yang banyak dituturkan warga setempat.
Pernah, penulis tertawa ngakak ketika menjumpai warga Betawi di kawasan Kota Bambu, dekat Tanah Abang, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.
Pasalnya, si Empo' Ani, bukan nama sebenarnya, tengah marah karena sang adiknya sering mabok-mabokan. Jika sang adik bisnisnya beroleh untung, bisa dipastikan banyak keluyuran malam ke diskotik.
Si Empo' hafal sekali kalau adiknya naik motor kejeblos got, comberan atau drainase, pasti baru pulang dari diskotik. Beruntung, Mamat, si abangnya sabar dan menolong ketika sang adik tengah mengalami kesulitan seperti itu.
"Gitulah, kalau dapat duit panas," kata Empo' Ani kepada Bang Mamat suatu saat.
**
"Duit panas emang beda dengan uang lender, uang mengawinkan kambing. Juga beda dengan duit salawat (uang yang diberikan oleh para pelayat saat orang meninggal). Juga beda lagi dengan orang mata duitan," kata si Empok.