Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Pers Berada di Ujung Tanduk?

23 Oktober 2018   21:24 Diperbarui: 23 Oktober 2018   21:44 750
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua Dewan Pers, Yosep Stanley Adi Prasetyo tengah diwawancarai. Foto | Dokpri

Pers nasional kini berada di ujung tanduk. Indikatornya adalah banjirnya pengaduan masyarakat kepada Dewan Pers, selain di samping makin banyaknya media massa (cetak) gulung tikar buah dari refornasi, kebebasan dan kemajuan teknologi informasi.

Dalam acara bedah buku berjudul "Pers Ideal Untuk Masa Demokrasi"  karya Atmakusumah, di Gedung Perpustakaan Nasional Jakarta, Ketua Dewan Pers, Yosep Stanley Adi Prasetyo, mengatakan,  pers sekarang berada seperti pada posisi telur dinujung tanduk. Berbshaya.

Pernyataan itu meluncur dengan ringan dari seorang Stanley yang banyak makan garam berkecimpung dalam jagat jurnalistik. Tampil keren mengenakan batik, ia duduk bersama Prof. Dr. Situ Zuhro dalam forum tanya jawab bedah buku yang dipandu news anchor dari MetroTV, Anie Rahmi.

Orang sekarang, menurut dia,  untuk mendirikan media online sudah seenaknya.

Atmakusumah memberi penjelasan. Foto | Dokpri
Atmakusumah memberi penjelasan. Foto | Dokpri
Lantas, ia bercerita.

Di Jakarta tengah berlangsung peluncuran media online. Seingat penulis, Stanley menyebutnya media itu bernama KPK News.com. Yang menarik Ketua Dewan Pers ini menyebut bahwa saat peresmian nampak sejumlah karangan bunga ucapan selamat dari instansin pemerintah: KPK, Kominfo, Kejaksaan dan instansi lainnya yang punya kaitan dengan bisnis media.

Bila dicermati, hadirnya media bersangkutan dengan mengusung nama lembaga antirasuah punya motif tertentu. Paling tidak, sasarannya, mengeruk profit secara ilegal.

Nah, mendapat laporan tersebut Dawan Pers melakukan pengecekan. Lembaga terkait dihubungi: KPK  Kominfo, Kejaksaan, dan lainnya. Ternyata, tak satu pun instansi bersangkutan memberi izin, apa lagi dorongan untuk memberi restu.

Jadi, bisa disimpulkan, karangan bunga dan ucapan selamat dari instansi atau lembaga pemerintah senyatanya upaya akal-akalan untuk mengelabui publik.

Pihak Kementerian Kominfo memblok media tersebut. Tapi kembali beraksi muncul dengan mengubah nama sedikit. Diblok lagi, kembali bermain di dunia maya.

Dewasa ini, ia bercerita, nama media online mengambil sebutan mirip-mirip media resmi. Seperti nama Kompas.com dipakai dengan menambahi huruf s saja. Tempo juga diperlakukan sama hingga AntaraNews.com ditiru.

Bagi orang belum melek media, tidak jarang tertipu. Jumlah media online macam itu banyak. Puluhan ribu. Mereka itu hadir ilegal dan masyarakat kerap mendatangi Dewan Pers mengadukan oknum wartwan dari media tersebut.

Baca juga: Kala Politik Memanas, Pers Perkuat Marwahnya dan  Jurnalis Masih Pantas Menoleh Kisah Usang Ini

**

Selain mendirikan media online seenaknya, Dewan Pers prihatin masih ada di kalangan awak media terlalu percaya dengan informasi media sosial. Kita pun tahu bahwa Jurnalis itu harus mengedepankan asas chek and rechek. Cover both side.

Karena itu jurnalis harus melakukan verifikasi dan klarifikasi kepada sumber berita sebelum menyebarluaskan berita. Jika informasi masih mentah, sangat mungkin berita kemudian jadi hoax. Berita bohong dapat menyesatkan dan berpotensi jadi fitah.

Dialog bedah buku. foto | Dokpri
Dialog bedah buku. foto | Dokpri
Karena itu, Dewan Pers tak bison-bosannya agar jajaran pers dan seluruh pemangku kepentingan terkait mendorong pers bekerja profesional.

Dewan Pers  juga terus menerus membenahi dan menertibkan media ilegal dengan bekerja sama dengan pihak kepolisian, Kominfo dan instansi terkait. Personil dari instansi tersebut bekerja dalam satu tim, sehingga begitu mendapat laporan warga secepatnya diselesaikan. Kita berharap tim tersebut dapat bekerja maksimal. Tim yang akan dibentuk ke depan tersebut  mirip sistem pelayanan satu atap.  Mantap, tanggap dan cepat menyelesaikan persoalan.

**

Pada acara bedah buku tersebut, Siti Zuhro mengingatkan, para begawan jurnalis punya tanggung  jawab untuk menjaga kepercayaan kepada masyarakat. Demokrasi yang kini berkembang pada tataran pelaksanaannya berjalan tidak konsisten.

Dan, dalam situasi demikian, maka campur tangan pers sangat diperlukan. Bisa disaksikan, sering kali terdengar bahwa NKRI adalah harga mati. Tapi, untuk pengamalannya masih terasa setengah hati. Nah, soal seperti ini, pers punya tanggung jawab dengan memberi pencerahan.

Pada buku Pers Ideal Untuk Masa Demokrasi, setebal 384 halaman, diungkap beragam peristiwa yang menyangkut Etika Pers, Hukum, dan Dewan Pers. Kebebasan Pers bagi Kebebasan Masyarakat, Peringatan dini bagi Konflik dan Korupsi, Mendengarkan Suara dari Papua dengan sejumlah referensinya.

Pak Atmakusumah, dalam bukunya itu, menyisipkan pesan yang dapat menjadi inspirasi bagi awak media dalam menjalankan tugas.

Lalu, Pak Atmakusumah mengutip ucapan tokoh pers, Jakob Oetama: ".....terpenting jangan merasa puas. Tetapi, perlu mempersoalkan terus. Sebab, kalau sudah ditanggapi rasa puas, dia bukan lagi wartawan. Paling banter hanya berfungsi sebagai juru informasi."

Mochtar Lubis -- pendiri, pemimpin umum, dan pemimpin redaksi harian Indonesia Raya. Katanya: "Wartawan dan pers Indonesia memikul tugas dan tanggung jawab berat bagi keselamatan, kesejahteraan, dan kemajuan manusia dan masyarakat Indonesia. Dan dalam dunia yang tambah mengecil ini, tanggung jawab demikian juga untuk seluruh umat manisia."

J. William Click dan Russel N. Baird menyebut, tugas wartawan bukan hanya menyajikan fakta, melainkan kebenaran tentang fakta itu.

Sayogiyanya, jika isi buku tersebut dipahami, dihayati dan direalisasikan para jurnalis, maka kekhawatiran pers dalam posisi di ujung tanduk dapat dihindari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun