Dia yang berkehendak, karena Dialah sang pencipta dan mengatur segala bumi dan seisinya. Ia mengatur peredaran bulan dan matahari beserta planet-planetnya sehingga tidak saling bertabrakan. Semua bergerak mengikuti sunatullah. Termasuk Dia yang berkuasa atas atas diri kita. Kok, malah Tuhan diprotes kala musibah berupa gempa datang.
"Jawabanmu tidak perlu disebut dan diperpanjang. Kusudah tahu Tuhan Maha di atas segalanya. Dan, diri kita pun, Dialah yang menggegam. Mau diapakan! Ya, terserah kepada pemilik-Nya," jawab temanku.
Aku hanya terdiam. Ia pun diam berhadap-hadapan dalam satu obrolan di teras sebuah masjid seusai shalat zuhur.
Lama ia terdiam. Kupandangi wajahnya makin jelek disertai air mata mengalir. Ia terisak dan akhirnya meledak tak kuasa menahan beban berat di dada.
Akhirnya aku tak kuasa berlama-lama menonton rekan menangis. Kupaksakan untuk bicara dengan sedikit merendahkan nada suara.
"Bandu, tak baik menangis berlama-lama. Lebih baik berdoa. Berzikir dan minta pertolongan Tuhan kala menghadapi masalah berat," pintaku.
Firdaus Ahmad Bandu, yang akrab dipanggil Bandu, adalah rekanku yang merasa terpukul akibat gempa bumi di Palu dan Donggala. Beberapa anggota keluarganya wafat dalam bencana tersebut. Belum lagi yang cedera dan belu diemukan. Ia tak kuasa menahan kesedihan.
Perlahan Bandu berkata, ingin rasanya memprotes Tuhan meski semua itu disadari sebagai perbuatan sia-sia.
**
Sejatinya musibah di Palu dan Donggala (Sulawesi Tengah) ada tiga jenis: gemba bumi, tsunami dan naiknya lumpur dari permukaan tanah. Ini sangat dahsyat.
Sangat disayangkan di kalangan sebagian warga Jakarta terdengar suara bernada negatif menyikapi musibah itu. Disebut bernada negatif karena musibah itu dimaknai sebagai balasan Tuhan terhadap penduduk.
Katanya, di sana tempat persembunyian teroris setelah Poso berhasil dikuasai tentara dan polisi.
Tuhan tengah marah terhadap teroris dan imbasnya penduduk ikut terkena. Sangat wajar kalau gempa bumi tersebut terjadi di kawasan itu karena Allah marah.
Pemahaman bernada miring itu tentu tepat kalau kita menengok orang-orang yang betul-betul mendurhakai Allah, sang Maha Agung dan Pencipta. Antara lain seperti Firaun dan kaum Nabi Nuh yang tak mengindahkan ajarannya.
Kita harus berpandangan positif bahwa musibah, - apa pun bentuknya seperti gempa bumi, gunung meletus, banjir dan peristiwa mengenaskan lainnya - semata-mata atas kehendak-Nya. Allah itu maha pengasih lagi maha penyayang dan ketika musibah itu datang harus dimaknai sebagai ujian bagi manusia.
Ujian manusia bisa berentuk antara lain rasa takut akan kematian, takut sakit, kekurangan makanan dan kehilangan harta, kehilangan sanak keluarga, anak dan isteri tercinta. Dan karena cinta-Nya itulah manusia diberi cobaan sampai sejauhmana kekuatan takwa dan imannya kepada Allah.
Jangan mengaku sebagai orang beriman kalau tidak kuat menghadapi cobaan. Coba saksikan, kalau anda menderita sakit dan kemudian berpaling dari Allah. Maka, hal itu pertanda keimanannya diragukan. Namun bila mensyukuri bahwa sakit itu datangnya disebabkan rasa cinta kepada Allah, maka sangat elok kita menyembutnya dengan ucapan Alhamdulillah.
Sayangnya, ketika seseorang tertima musibah lalu memprotes tuhan. Padahal protes, sekalipun sampai keluar air mata darah, tidak akan mengubah keadaan.
Sejatinya, dalam kehidupan ini, Allah punya skenario terhadap kehidupan diri manusia. Termasuk musibah yang datangnya dari Allah berupa bencana alam itu. Â Dan setiap musibah dapat dipastikan ada hikmahnya. Coba perhatikan, ketika Gunung Galunggung meletus. Tiga tahun ke depan, tanah di kawasan setempat subur.
Kala Aceh diterjang Tsunami, provinsi itu porak-poranda. Setelah itu, warga di sana dapat menata diri lebih baik. Termasuk pihak-pihak yang bertikai pun dapat berdamai.
Lalu, hikmah apa yang dapat dipetik dari peristiwa gempa bumi seperti di Lombok, Palu dan Donggala. Jawabnya, itu semua rahasia Allah.
Kini rekanku, Bandu sedikit cerah wajahnya. Ia merasa bersyukur karena rekan-rekannya memberikan bantuan. Baik untuk dirinya sendiri selama tinggal di Jakarta maupun mengirim bantuan berupa makanan, pakaian, obat-obatan ke Palu.
Teman-temannya dari lingkungan alumni Fakultas Hukum Angkatan 20 (FH'20) Trisakti sudah mengirim bantuan tahap pertama. Tahap kedua segera menyusul. Tak disebutkan nilai bantuan itu. Tapi, koordinatornya, Ibu Dina  Chosi minta tak disebut karena takut disebut riya.
Bantuan segera dikirim dari Makassar. Pihak kepolisian di Makassar sudah menyanggupi untuk memberi pengawalan saat perjananan dari Makassar sampai di Palu, termasuk saat pendistribusian ke lokasi.
"Alhamdulillah, sekarang sedang bergerak," ucap Dina dengan suara haru.
Terpenting, harapnya lagi, pada shalat Jumat mendatang jemaah di berbagai masjid dapat melakukan shalat ghaib bagi korban musibah di Palu dan Donggala.
"Semua masjid menggelar shalat ghaib," katanya penuh harap.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H