Kabar tersebut pun disertai dengan gambar beberapa orang yang diduga adalah suporter Persija sedang berkumpul di tengah jalan. Penulis pun mendapat berita melalui WAG yang belakangan baru diketahui bahwa berita tersebut hoax.
Lalu, apakah imbauan BOPI itu diindahkan. Belum tentu. Alasannya, karena sebuah kompetisi di negeri ini selain sudah direncanakan lama juga menyangkut kontrak atau perjanjian dengan para sponsor. Ini juga menjadi pertimbangan. Namun eloknya menurut penulis sudah sepantasnya imbauan itu diindahkan.
Sebab, para gibol pasti tahu bahwa perilaku superter yang nakal. Gemar merusak. Di negeri seberang sana, mereka itu lebih populer dan dikenal sebagai hooligan, yaitu geng yang dibentuk bertujuan menyerang pendukung klub lain.
Oom Wikipedia menyebut sebagai perilaku ini sering didasarkan pada persaingan antara tim yang berbeda dan konflik dapat terjadi sebelum atau setelah pertandingan sepak bola. Peserta sering memilih lokasi jauh dari stadion untuk menghindari penangkapan oleh polisi, tetapi konflik juga bisa meletus secara spontan di dalam stadion atau di jalan-jalan sekitarnya.
Untuk mencegahnya, diperlukan sebuah keberanian antara lain menghentikan kompetisi Liga itu sendiri. Upaya lainnya adalah: melarang para superter dari kedua tim yang selalu berkelahi itu untuk menyaksikan setiap pertandingan, termasuk dilarang mendekati stadion.
Tindakan awal bolehlah dilakukan secara persuasif. Misalnya, penitia pelaksana menyediakan layar lebar agar para pendukungnya menyaksikan di luar stadion. Kalau mereka masih berulah juga, dapat ditangkap. Jika hal itu masih ada kejadian buruk, maka polisi dan pemangku kepentingan organisasi sepakbola (PSSI) membuat aturan dalam bentuk Undang Undang.
Ini adalah langkah tegas agar hak penonton tak terganggu. Tujuannya, agar kenyamanan menyaksikan sajian sepakbola bermutu dapat terwujud.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H