"Dalam sehari, saya harus mengeluarkan penghasilan Rp10 ribu," ia membuka ceritanya.
Ada 25 pedagang kue rangi di kawasan Grogol. Semua ngontrak dalam satu rumah tiga lantai di kawasan Kampung Duri, kawasan perdagangan Roxy Mas, dekat rel KA. Kontrakan rumah dibayar secara bergotong royong. Semua pedagang mengeluarkan Rp10 ribu per hari, sehingga ketika jatuh tempo uang kontrakan sudah kumpul.
"Lagi pula, kita tiap bulan harus mengirim uang ke kampung. Uang dititip dengan teman yang pulang secara bergantian sebulan sekali," ia menjelaskan.
Prospek berdagang kue Rangi, menurut penulis, ke depan makin suram. Selain pedagangnya semakin langka, juga animo warga Betawi mengonsumsi kue tersebut berkurang. Berbeda dengan kerak telor yang popularitasnya sudah terlalu "beken" untuk kawasan wisata di Monas dan PRJ Kemayoran.
Selain itu, pembinaan terhadap pedagang ini pun tidak ada. Pemda DKI Jakarta juga belum pernah menyertakan pedagang ini untuk tampil berdagang di kawasan wisata Ancol, Jakarta Utara, misalnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H