Di Kalimantan Utara, tepatnya di Museum Mulawarman Kutai Kartanegara, ada pemusik tradisional, Â Lam Him (60 tahun). Ia memiliki kekurangan pada indra penglihatannya. Meski tuna netra, ia tetap setia memainkan musik tradisional Dayak dengan lagu-lagu daerah. Sayang, kemampuannya kurang mendapat perhatian.
Dua pemuda dan seorang penyanyi wanita cantik terlihat asyik memawa lagu-lagu pop. Ketiga orang pemusik ini tentu saja menarik perhatian para pengguna bus way.
Wah, hebat. Terlihat pengguna transjakarta merasa terhibur.
Bagaimana dengan penyanyi "kagetan", yaitu om-om dan tante-tante yang biasa bernyanyi di karaoke. Menurut penulis, umumnya tidak terlalu bagus juga tidak terlalu jelek.Â
Berbeda dengan di kota Ambon, misalnya, penulis menjumpai banyak penyanyi bersuara emas. Sejajar suaranya dengan penyanyi di Jakarta yang sering tampil di layar kaca dengan pakaian serba "wah".
Sayangnya, penyanyi berbakat itu tak mendapat perhatian. Potensinya terkubur. Sementara penyanyi yang sudah memiliki nama makin bergaya yang tanpa sadar suaranya pun mulai parau, digerogoti usia.Â
Boleh jadi jika dipaksakan bernyanyi terus, beberapa tahun ke depan suaranya mengalami degradasi. Bisa jadi pula suara kodok lebih bagus di musim penghujan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H