"Bolehkah, aku mengikutimu agar engkau mengajarkan kepadaku (ilmu yang benar) yang telah diajarkan kepadamu (untuk menjadi) petunjuk?" Musa bertanya kepada Khidir.
"Sungguh, engkau tidak akan sanggup sabar bersamaku".
Musa AS berkali-kali melanggar kesepakatan untuk tidak menanyakan kepada Khidir As berbagai peristiwa sampai akhirnya Khidir menegurnya. Lalu, Musa As berjanji pada dirinya, "Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu ini, maka janganlah engkau memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya engkau sudah cukup (bersabar) menerima alasan dariku".
Musa As ingkar janji. Ia melakukan pelanggaran di antaranya menanyakan kepada Khidir mengapa merusak perahu yang ditumapanginya, menanyakan mengapa membunuh pemuda yang dijumpai, dan mendirikan rumah roboh. Hingga akhirnya kedua nabi berpisah dengan didahului penjelasan seperti yang tertuang dalam Alquran pada Surat Al Kahfi Ayat 60, 61, 62, 63, 64, 65, 66, 67, 68, 69, 70, 71, 72, 73, dan 74.
Poin penting dari kisah Nabi Khidir ini adalah cerminan bahwa seorang nabi saja tak mampu mengendalikan diri untuk bersabar. Nabi juga seorang manusia, sama seperti kita yang hidup di tengah masyarakat dengan segala dinamikanya, keberagamannya dan kebutuhan hidup yang berbeda-beda. Tentu, hidup dalam kesabaran menjadi begitu penting.
Untuk menguatkan rasa sabar, bagi kita, tidak ada cara lain untuk terus menerus memohon kepada Allah untuk tetap bersabar dalam menghadapi berbagai persoalan dan rintangan hidup.
Kata orang alim, jadikan sabar dan shalat sebagai penolong diri kita. Dialah yang menggenggam kekuasaan alam semesta dan seluruh isinya. Maka, kita patut tunduk kepada-Nya. Sungguh, Allah itu beserta orang-orang yang sabar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H