Syahwat politik itu sama dengan kebutuhan biologis. Itu manusiawi. Kala mencapai klimaksnya, tidak mustahil pelakunya merengek bagai seorang anak yang tengah meminta permen kepada sang ibu. Dan, ketika ibu memenuhi permintaannya, bisa jadi sang bocah dengan cepat menerima pemberian itu tanpa mengucapkan terima kasih. Bocah tadi lari berjingkrak sambil menunjukan kegembiraan dan berlalu dari pandangan.
Syahwat politik itu tidak bedanya ketika kita menyaksikan seekor ayam jago berada di sekumpulan ayam betina. Jangan berharap ayam-ayam betina dapat bersantai. Mengapa? Karena si jago tak akan mengabaikan momentum itu untuk mengawininya. Satu per satu sang betina dijadikan sasaran pelampiasan biologisnya: tak lihat keadaan sekeliling dan juga tak memperhatikan betina-betina lain akan memperlihatkan rasa cemburunya.
Hehehehe... ayam kok punya rasa cemburu?
"Pokoknya, masa bodolah. Namanya juga ayam jago. Perilakunya, dimana pun, sama," kata Ustaz Rafiq dalam suatu obrolan di warung kopi ketika menanggapi celoteh rekan-rekannya yang tengah membahas sekelompok orang menanamkan kebencian kepada kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden di negeri ini. Cara menebar kebencian itu, alasannya, guna meraih suara pendukung pada Pilpres mendatang.
"You jangan menebar kebencian kepada Prabowo, kepada orang-orang partai-partai pendukungnya. Apa lagi kepada petahana Joko Widodo," Â Rafiq menambahkan penjelasannya.
Mendengar penjelasan seperti itu, seisi warung - yang tengah asyik menyeruput seduhan kopi hitam kental -, sontak mengalihkan perhatian kepada Ustaz Rafiq. Dan melihat orang-orang sekeliling mengalihkan perhatian kepada dirinya, tentu saja sang ustaz itu berfikir bahwa ia harus mempertanggungjawabkan ucapannya.
Jika tidak, maka potensi cercaan akan menimpa pada dirinya. Ia akan jadi bahan olok-olok orang banyak di kampungnya. Setidaknya akan terbentuk opini bahwa ustaz murahan itu lagi cari panggung. Bakal dijuluki ia hanya tahu kulit-kulit politik saja. Karenanya, buru-buru Ustaz Rafiq melanjutkan penjelasannya.
Jika yang hadir di sini menebar rasa kebencian kepada pasangan calon presiden dan orang-orang pendukungnya dari berbagai partai, maka kerugianlah yang akan didapat. Bisa jadi rakyat lapisan bawah dan awam politik akan terbakar bagai rumput kering di tengah musim kemarau. Ada juga yang menertawakan lantaran sudah cerdas 'pola permainan' elite politik. Ada juga yang diam, tutup mulut karena takut tak dapat duit.
Sejatinya elite politik dan partai politik itu punya misi, yaitu memberikan pendidikan politik kepada masyarakat. Juga memberikan keteladanan bagaimana mendapatkan kekuasaan dengan cara-cara yang elok. Bukan menyakiti, menyebar fitnah dan berita bohong. Apa lagi membenci.
"Kan para ulama sudah sepakat dan menyebut bahwa fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan. Dengan fitnah, rumah tangga bisa cerai berai. Dengan fitnah dan berita bohong, negara bisa pecah. Hindari fitnah," Rafiq mengingatkan.
Penjelasan sang ustaz ini kemudian mengubah suasana warung kopi yang semula para penikmat berpencaran di beberapa meja kemudian mereka berpindah dan mendekat kepadanya.