Resna kini tinggal menanti kepulangan kedua orang tuanya menunaikan ibadah haji. Ia memang belum memahami berapa hari lagi akan datang kedua orang tuanya.Â
Hari-hari dilalui dengan indahnya. Diisi banyak tanya dan bermain manja. Kalapun ia dikatakan tinggal tiga bulan lagi, misalnya, Â maka bisa jadi hal itu dapat dipercayainya. Tetapi tante Susi tidak demikian. Ia membimbing gadis mungil itu menghitung hari.
Berapa hari yang sudah dilalui, berapa hari lagi akan tiba kedua orang tuanya. Kejujuran tetap dikedepankan dan ditanamkan kepadanya meski orang yang hendak diyakini tidak memiliki pemahaman sama dengan dirinya, karena: perbedaan usia, perbedaan pendidikan, dan pengalaman.
Kita, semua, kini juga tengah menanti jemaah haji yang kembali ke Tanah Air. Dengan satu harapan, selamat dan mendapatkan haji mabrur. Yaitu, haji yang tidak dicampuri  unsur riya', sombong.  Sekembali di Tanah Air tidak lagi bermaksiat dan banyak membawa perubahan menuju yang lebih baik.
Memang, siapa pun dia, hingga kini tak satu pun orang yang mengetahui apakah seseorang itu memperoleh haji mabrur atau tidak. Umat Muslim hanya ditekankan menjalani ibadah itu sebagaimana tuntutan Nabi Muhammad SAW. Namun para ulama menyebut bahwa tanda-tanda seseorang memperoleh haji mabrur dapat dilihat dalam konteks hubungan "hablun minallah dan hablun minannas".
Pendekatan diri (taqorrub) kepada Allah akan melahirkan perbaikan kondisi dan gerak batin seseorang yang berpotensi membentuk karakter lebih baik. Dengan demikian akan memudahkan seorang muslim untuk membangun kesalehan pribadinya menuju kesalehan sosial.
Kemabruran adalah rekontruksi manusia lahir batin yang dampaknya akan positif dalam pergaulan di dunia, sekaligus khusnul khotimah menuju akhirat. Kita pun sadar bahwa mengukur kemabruran tidak bisa menggunakan parameter wujud fisik, misalnya sekembalinya dari tanah suci lantas orang bersangkutan rajin pergi ke masjid, kerap berzikir atau rajin mendoakan seseorang yang tengah tertimpa musibah.
Juga tak bisa menggunakan pendekatan pandangan keseharian, karena bisa saja diam-diam orang yang baru kembali di Tanah Air kembali giat melakukan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme).
Sesungguhnya haji mabrur itu memiliki indikator, antara lain patuh melaksanakan perintah Allah SWT, melaksanakan sholat, konsekuen membayar zakat.
Bersungguh-sungguh membangun keluarga sakinah mawaddah dan wa rahmah, selalu rukun dengan sesama umat manusia, sayang kepada sesama makhluk Allah SWT. Juga konsekuen meninggalkan larangan Allah SWT, terutama dosa-dosa besar, seperti syirik, riba, judi, zina, khamr, korupsi, membunuh orang, bunuh diri, bertengkar, menyakiti orang lain, khurafat, serta bid'ah.
Bagi Resna, meski dijelaskan tentang haji mabrur demikian detail, tetap saja tidak paham. Tapi, sebagai orang tua wajib menjelaskannya. Memang, bagi gadis mungil itu, terpenting, adalah apa yang diberikan dari kedua orang tuanya berupa rasa sayang dan dapat bermanja. Sedangkan bagi kita, cuma bisa berharap, mereka memperoleh haji mabrur, dapat memberi keteladanan dan dapat mengayomi umat yang lemah.