Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Doa Keselamatan Bangsa dari Ustaz "Pinggiran"

16 Agustus 2018   22:36 Diperbarui: 18 Agustus 2018   06:53 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Meski yang ikut tahlil sedikit, tapi acara berlangsung khusyu'. Foto | Dokpri

Kamis malam ini, untuk sementara, kajian Alquran ditiadakan. Berhubung malam 16, besok 17 Agustus - hari Kemerdekaan ke-73 bagi bangsa kita - maka acara kajian Alquran seperti tiap malam Jumat diganti. 

Kita tahlil. Kita selanjutnya membaca Surat Yasin. Tahlil dan baca Surat Yasin dimaksudkan untuk mendoakan bagi keselamatan bangsa Indonesia. Juga, sebagai perwujudan rasa syukur. 

Kalimat itu meluncur begitu enteng dari mulut Ustaz H. Dudung, pengurus dan sekaligus juga Imam Masjid At Taubah. Ustaz yang menurut penulis tak pernah tampil di layar kaca, apa lagi memberi tausiyah dalam acara hari besar Islam, tanpa diduga begitu pedulinya kepada nasib bangsa ke depan.

Masjid At Taubah tergolong sangat sederhana. Lokasinya di sebuah jalan kecil. Ada yang menyebut gang. Kadang disebut Jalan Rambo. Tak jauh dari kawasan TMII dan Terminal Kampung Rambutan. 

Masjid berkapasitas sekitar 200 orang berukuran sekitar 20 x 50 meter. Pada shalat Magrib itu tidak terlalu banyak jemaahnya. Perkiraan penulis sekitar 35 orang. Dan yang menarik dari imbauan ustaz Dudung itu adalah mengajak jemaah masjid untuk tahlil dan membaca surat Yasin bagi keselamatan bangsa. 

Ya, bangsa Indonesia dan tanah air Indonesia yang belakangan ini "diwarnai" dengan "bisingnya" elite politik mencari "kursi" dan "panggung" guna menarik simpati rakyat sebanyak mungkin. 

Alasan Ustaz Dudung mengajak jemaah usai shalat magrib untuk tahlil dan membaca Surat Yasin sangat sederhana. Katanya, kita di tanah air ini banyak memperoleh kemudahan.

 Mau belanja, ya tinggal pergi ke pasar. Mau cari nafkah masih ada kemudahan, cukup ketersediaan lapangan kerja. Dibanding saudara kita di Timur Tengah, Palestina misalnya, betapa sulitnya warga setempat untuk mendapatkan makan dan pelayanan kesehatan seperti di Tanah Air. 

Ustaz Dudung membaca doa. Foto | Dokpri
Ustaz Dudung membaca doa. Foto | Dokpri
"Kita bersyukur," ucapnya di hadapan beberapa orang anggota jemaah masjid tersebut. 

Acara tahlil tetap dilaksankan meski sebagian besar orang-orang banyak pulang ke kediamannya usai zikir shalat magrib. 

Wah, pikir penulis, hebat juga pikiran ustaz pinggiran ini. Ia rupanya selalu meng-up date informasi dan mengikuti perkembangan yang terjadi di berbagai belahan dunia. 

Sunggu elok ia mengajak anggota jemaah masjid tersebut untuk bersama-sama berdoa. Sebab, pengalaman penulis menyaksikan daerah yang tengah berkecamuk perang suku, konflik antarumat dan kemudian ditingkahi lagi dengan isu Suku Agama Ras dan Antargolongan, hati terasa diiris-iris.

Banyak warga mengungsi. Dampaknya terasa bertahun-tahun dirasakan. Korban konflik kebanyakan warga tak tahu apa-apa dan untuk apa mereka harus saling bermusuhan dan membunuh. 

Ketika di lapangan terjadi saling bunuh karena isu yang dilemparkan elite politik, dampaknya sangat terasa. Banyak warga menderita kekurangan sandang dan pangan. Rumah dibakar, kiriman logistik berupa makanan seperti beras terhambat, mobilisasi petugas keamanan pun sulit karena medannya berat. Apa lagi dapat pelayanan kesehatan yang bagus seperti sekarang. 

Sesekali memang kita, anak bangsa, termasuk elite politik dapat memetik pelajaran dari konflik-konflik yang ada di tanah air. Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah misalnya. Warga setempat tentu merasakan "panasnya" konflik. Lihat peristiwa Ambon dan sejumlah daerah lainnya. Itu semua adalah pelajaran bagi orang waras. 

Pada 17 Agustus 2018 ini, pada Hari Ulang Tahun ke-73 atau HUT73RI ini, memang kita penting untuk berkaca diri. Bahwa kejadian buruk di lapangan tidak semata berdiri sendiri, tetapi ada "andil" dari elite politik untuk kepentingan diri sendiri, golongan dan egoisme berlebihan dan rakus. 

Meski yang ikut tahlil sedikit, tapi acara berlangsung khusyu'. Foto | Dokpri
Meski yang ikut tahlil sedikit, tapi acara berlangsung khusyu'. Foto | Dokpri
Pada malam 16 Agustus 2018 ini, sungguh elok kita, bersama, merenungkan doa yang dibacakan pada detik-detik Proklamasi Kemerdekaan RI.

Ya Allah, Tuhan Sang Maha Segala
Kami adalah bangsa Indonesia
Bangsa Besar yang Engkau jadikan penuh keberagaman
Bangsa yang menghirup udara Pancasila berjiwa keagamaan
Bangsa yang hidup dari tanah yang menumbuhkan benih dan buah persaudaraan

Hari ini, kami berhimpun di sini

Mensyukuri 73 tahun kemerdekaan NKRI
Sebagai upaya kamilebih meneguhkan diri
Merajut kemajemukan dalam jalinan persaudaraan sesama anak negeri
Mencegah permusuhan, pertikaian, dan perpecahan yang harus dihindari

Ya Allah, Tuhan Yang Maha Menguatkan

Kuatkanlah ikatan antarkami agar saling menyemai kedamaian
Saling menjaga kerukunan, saling menyokong kemajuan
Eratkanlah tali silaturahmi antarkami agar saling merawat persaudaraan
Sekaligus saling mengingatkan dalam kebaikan dan kesabaran

Ya Allah, Tuhan yang berkah-Nya selalu dinanti

Engkau telah memberkati kami kemerdekaan yang amat berarti
Bimbinglah kami agar ikhlas merawat kemerdekaan dengan sepenuh hati
Mampukanlah kami untuk mengisi kemerdekaan dengan sepenuh hati
Mampukanlah kami untuk mengisi kemerdekaan ini
Dengan kekuatan iman dan kemuliaan akhlak terpuji
Dengan kerja bersama mewujudkan kesejahteraan yang merata di seluruh negeri

Ya Allah, Tuhan Penebar Cinta

Satukanlah pikiran, perasaan, dan hati seluruh anak bangsa ini dengan ikatan cinta
Cinta para pemimpin kepada segenap rakyatnya
Cinta segenap rakyat kepada para pemimpinnya
Cinta sesama saudara sebangsa
Cinta sesama umat manusia

 
Dirgahayu ke-73 Indonesia!

Bahan bacaan satu dan dua

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun