Kota Solo, pada Juli 2018 ini, pada malam hari terasa dingin dibanding pada bulan-bulan sebelumnya. Padahal bukan musim penghujan. Ketika bertandang ke kediamannya, Mbak Nunun punya stok tolak angin cukup banyak.
"Saya juga minum jahe, kayu manis dan sereh yang digodog. Airnya diminum saat pagi hari. Itu untuk menurunkan kolesterol dan rasa pegal di badan," ia menjelaskan resep menjaga kebugaran badan.
Tapi, soal tolak angin, ya harus tersedia. Soalnya, ketika malas membuat jamu godokan, paling praktis minum tolak angin.
"Nggak ngerepotin," ia memberi alasan.
Kebiasaan Mbak Nunun sesungguhnya juga terjadi pada isteri penulis. Kala hendak tidur, ia merasa yakin dapat tidur nyenyak setelah minum tolak angin. Karenanya, di meja rias kamar pribadi, minuman yang dikemas dalam saset itu selalu tersedia.
Saat bepergian ke luar kota dan ke kantor, tolak angin selalu ada di tasnya. Ketika pergi haji pun, tolak angin dibawanya dalam jumlah banyak.
Minum tolak angin -- termasuk tolak linu - memang sudah menjadi kebiasaan sehari-hari. Badan terasa sehat dan aktivitas sehari-hari dapat berjalan sebagaimana mestinya. Orang tua, seperti penulis, jadi percaya diri atau "PD" jika ditemani isteri yang selalu membawa tolak angin ketika bepergian.
Memang, Tolak Angin, Lebih dari Sekadar Atasi Masuk Angin. Hehehe....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H