Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Indonesia Bisa Contoh Macao Sebagai Pusat Gastronomi

17 Juli 2018   06:22 Diperbarui: 17 Juli 2018   06:56 1114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wuih, keren! Lihat tampilannya menggiurkan. Dipandang lebih dekat, makin mengundang selera untuk menyantapnya. Apa lagi kala makanan itu tengah diolah dan dihidangkan di atas meja para tamu, aromanya berseliweran di hidung makin menambah yakin bahwa suguhan makanan itu dapat dipastikan lezat dan baik.

Boleh jadi, kalau menurut bahasa agama kita di negeri ini, makanan yang disuguhkan dengan apik itu tentu halal dan toyib pula.

Maksudnya, makanan itu sudah tidak melanggar aturan untuk dikonsumsi, karena dari sisi syariat Islam dapat disebut sebagai toyib. Yaitu, makanannya suci dan bersih, apa lagi dari tampilannya baik dan elok. Tentu saja akan terasa nikmat ketika dikonsumsi sehingga dari kehalalannya tidak perlu diragukan.

Menyaksikan suguhan makanan hasil olahan chef profesional Ragil Imam Wibowo seperti itu jadi teringat nyanyian semasa kecil yang hingga kini penulis tidak tahu siapa penciptanya. Syair begini:

Terbit liurku melihat kolak 
Kolak dijual di pinggir jalan 
Untung teringat nasihat emak 
Di situ aku dilarang makan

 Kolak sekarang dimasak emak 
Kami menunggu tidaklah lama 
Harganya murah rasanya enak 
Kita dapat makan bersama-sama 

Chef Ragil tengah menjelaskan tentang sejarah Macao mengapa ditetapkan sebagai pusat glastronomi. Foto | Dokpri
Chef Ragil tengah menjelaskan tentang sejarah Macao mengapa ditetapkan sebagai pusat glastronomi. Foto | Dokpri
Itulah gambaran yang penulis tangkap ketika menyaksikan Chef Ragil Imam Wibowo unjuk kebolehan di NUSA Indonesian Gastronomy Restoran, Jalan Kemang Raya No. 81 Kemang, RT.2/RW.2, Bangka, Mampang Prapatan, Sabtu (14/7/2018) lalu.

Chef Ragil tampil keren. Seperti juga kala ia mendemonstrasikan kemahiran dalam hal masak-memasak di layar televisi, tak lupa menegur tamu undangan dengan salam persahabatannya. Para tamu undangan yang hadir - dengan pakaian serba putih -  itu kebanyakan berasal dari para bloger pencinta kuliner, fotografer profesional dan tidak ketinggalan para penulis setia kompasiana.

Sebelum ia "memainkan" peralatan masak memasak, Chef Ragil yang berbadan subur itu bercerita tentang gastronomi yang punya pertalian erat dengan sejarah kota Macao. Macao dinobatkan sebagai Kota Kreatif Bidang Gastronomi oleh United Nations of Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO).

Pada 17 Januari 2018 lalu, Macao Special Administrative Region Government dan UNESCO sebagai badan yang bergerak dalam bidang meningkatkan kerja sama antarbangsa, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan telah meluncurkan campaign "2018 Macao Year of Gastronomy".

Tujuannya, sebagai upaya melestarikan warisan budaya kuliner khas Macao, mengingat kota tersebut merupakan perpaduan budaya barat dan timur sekaligus untuk memperkuat reputasinya sebagai pusat gastronomi dunia.

Nah, dalam konteks itulah Macao Government Tourism Office bersama Kompasiana mengadakan acara "Taste of Macao" yang terdiri atas dinner, cooking demo, dan talkshow mengenai food photography dan gastronomy of Macao.

Penulis beruntung dalam acara tersebut disertakan sebagai tamu untuk mencicipi cita rasa yang ditampilkan pada saat itu. Namun di benak penulis berseliweran pertanyaan seputar apa itu gastronomi - yang dalam pemahaman sehari-hari - dapat disederhanakan sebagai tata boga. Dan apa pula hubungan gastronomi dengan kuliner.

Karenanya, sebelum Chef Ragil menutup penjelasan seputar gastronomi itu, dengan cepat penulis mengacungkan tangan seperti anggota dewan melakukan interupsi di gedung parlemen. Lagi-lagi penulis merasa beruntung, karena pemandu acara menyambutnya meski pada acara itu tidak dibuka sesi tanya jawab.

Suasana jalannya pertemuan yang berlangsung akrab. Foto | Dokpri
Suasana jalannya pertemuan yang berlangsung akrab. Foto | Dokpri
Pada intinya, gastronomi itu merupakan seni dan ilmu terkait dengan upaya menyuguhkan atau menyediakan makanan dan minuman agar nikmat serta layak dikonsumsi. Pada gastronomi juga dipelajari hubungan budaya antarbangsa terkait dengan kegiatan pertanian sehingga pengejawantahan warna, aroma, dan rasa dari suatu makanan dapat ditelusuri asal-usulnya dari lingkungan tempat bahan bakunya dihasilkan.

Wah, kerenlah penjelasan Chef Ragil. Tapi, bagaimana dengan sebutan kuliner. Maklum, sekarang kan tengah populer di ranah publik tentang kelompok warga sebagai pendukung wisata kuliner. Sejatinya, kuliner itu adalah bagian dari gastronomi itu sendiri.

Sesungguhnya kuliner merupakan hasil olahan berupa masakan. Masakan itu diolah berdasarkan resep. Masakan tersebut bisa berbentuk lauk pauk, makanan (penganan), dan minuman. Di Bumi Nusantara, setiap daerah memiliki cita rasa tersendiri. Karena itu, tidak mengherankan setiap daerah memiliki tradisi kuliner yang berbeda -- beda.

Gastronomi itu sendiri berasal dari Bahasa Yunani kuno gastros yang artinya "lambung" atau "perut" dan nomos yang artinya "hukum" atau "aturan". Gastronomi meliputi studi dan apresiasi dari semua makanan dan minuman. Gastronomi juga mencakup pengetahuan mendetail mengenai makanan dan minuman nasional dari berbagai negara besar di seluruh dunia.

Penjelasan lainnya adalah bahwa gastronomi memiliki peran  sebagai landasan untuk memahami bagaimana makanan dan minuman digunakan dalam situasi-situasi tertentu. Melalui gastronomi dimungkinkan untuk membangun sebuah gambaran dari persamaan atau perbedaan pendekatan atau perilaku terhadap makanan dan minuman yang digunakan di berbagai negara dan budaya.

Nah, tentu terasa relevan mengapa Macao Special Administrative Region Government berinisiatif menggelar kegiatan itu di Indonesia. Hal itu mengandung maksud agar cita rasa makanan dari kota Macao, atau "Taste of Macao", dapat menginspirasi warga Indonesia bahwa budaya yang berasal dari kawasan benua di bagian timur dan barat  dapat memperkuat reputasinya sebagai pusat gastronomi dunia.

Macao kini menjadi kota dengan warga dan kebudayaan timur dan barat berakulturasi yang kemudian melahirkan keelokan yang memang patut diacungi jempol. Dan, Indonesia sesungguhnya bisa mencontoh kota dengan segala eksotis yang dimilikinya itu. Bukankah luas wilayah Indonesia seluas Eropa dan memiliki rempah-rempah melimpah dari Timur hingga Barat.

Pada acara "Taste of Macao" di Nusa Indonesian Gastronomy Restaurant, ada beberapa menu yang disuguhkan yang merupakan perpaduan timur dan barat, seperti Lacassa Soup, African Chicken, Minchi, Macanese Codfish. Pokoknya, rasa makanan ini lezat. Terlebih disuguhkan dalam tampilan menawan.

Huuu, gemes!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun