Penulis merasa terkejut dan akhirnya tidak tahan sehingga menanyakan kepada Ustaz Ahmad Najmuddin Sidiq tentang isi tausiyahnya prihal bahwa penjahat kelas tinggi, atau populer disebut penjahat kelas kakap, menjadikan agama Islam sebagai tempat pertobatan atas perbuatan jahat di masa lalunya.
Ini kebanyakan terjadi terhadap para penjahat tergolong sadis. Penjahat itu umumnya non-Muslim dan melakukan tobat dengan cara Islam, bukan ketika masih memeluk agama asalnya. Mengapa mereka bertobat setelah menjadi mualaf?
Pada medio Ramadhan 1439 H/2018, tepatnya Sabtu (2/6/2018), pengajian As-Salam Fakultas Hukum Universitas Trisakti Angkatan 20 menggelar buka puasa bersama ratusan anak yatim dan dhuafa. Seperti juga tahun lalu, acara mengambil tempat di kediaman Lies Indriati Handono, Perumahan Villa Pratama Pesanggrahan Permai, Petukangan Selatan, Jakarta Selatan.
Berbeda dengan acara serupa di tahun ini, buka bersama melibatkan ratusan anak yatim. Namun ada di antaranya anggota pengajian yang dipimpin Syeh Salim itu mengunjungi rumah asuhan anak tak mampu di Cikal Mandiri dan Panti Asuhan Annajah. Sedangkan anak yatim dari Kampung Bandan Ancol, anak yatim asal Ambon dan Pesanggrahan ikut bergabung bersama anggota pengajian.
Sekali ini Ustaz Najmudin mengangkat masalah aktual seputar hikmah Ramadhan. Ustaz yang banyak tampil di berbagai pengajian di luar negeri ini, bagi penulis, seolah membuat kejutan. Sebab, kala ia menyebut Ramadhan itu sebagai bulan pengampunan, penuh rahmat dan dijauhkan dari siksa api neraka, semua itu sudah sering didengar oleh publik.
Tetapi kala Ustaz Najmudin menyebut alasan orang bertobat harus pindah agama (ke dalam Islam) lebih dulu, hal inilah - yang di telinga penulis - terasa sebagai informasi 'baru'. Bisa jadi, kata orang intelek, sebagai pesan yang aktual. Hangat dari sisi pemberitaan.
Karenanya, usai tausiyah, sambil berbuka puasa, penulis menemui dan minta penjelasan tambahan kepada ustaz yang ramah ini.
Baca Juga:
Pengajian Trisakti Mengaktualisasikan Pesan Idul Adha