Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Kurma Artikel Utama

Upaya Membebaskan Penyelenggara Umrah dari Kecurangan

3 Juni 2018   10:58 Diperbarui: 3 Juni 2018   17:23 1625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebagian wajah Masjidil Haram saat pelaksanaan umrah. Foto | Dokpri

Kuota haji Indonesia pada 2018 sebanyak 221 ribu orang. Indonesia adalah negara terbesar di dunia yang mengirim jemaah haji setiap tahunnya. Nah, meski sebagai pengirim jemaah terbanyak nyatanya daftar tunggu dalam antrean pergi haji tetap panjang dan lama. Ini tidak lain karena animo pergi haji tidak pernah kendur sepanjang tahun.

Kuota haji ditetapkan oleh negara organisasi kerja sama Islam atau OKI  dan pihak otoritas pemerintah Arab Saudi. Besarannya adalah satu per seribu orang untuk setiap negara muslim. Jika penduduk negara Muslim misalnya 17 juta jiwa, maka angka tersebut dibagi 1.000 yang artinya 17.000 dapat menunaikan ibadah haji. Namun realitasnya tidak demikian, semua terpulang kepada pihak Arab Saudi dalam keputusan besaran kuota itu.

Menyaksikan fenomena animo pergi haji selalu tinggi, sebagian umat Muslim yang kini "ngebet" melihat Baitullah, Ka'bah di komplek Masjidil Haram, Mekkah, mengalihkan niat pergi haji menjadi pergi umrah.

Nah, inilah alasan utamanya. Kerinduan shalat di Masjidil Haram dan beribadah di muka ka'bah adalah panggilan jiwa bagi setap muslim. Sayangnya, hanya orang yang memiliki keterbatasan kemampuan ekonomi menjadikan ibadah umrah sebagai ibadah yang harus diperjuangkan. Kala mendapat kabar biaya umrah murah, merek ini tergiur. Muaranya, berujung tertipu.

Memang berbeda bagi orang yang memiliki kecukupan finansil. Kita saksikan - meski tidak semua orang - ibadah umrah (bahkan pergi haji) dijadikan ajang rekreasi dan "pamer" kekayaan.

Kita hanya berharap, nilai ibadah tersebut melekat kuat dalam sanubari dan berefek membawa perubahan baik bagi diri sendiri maupun masyarakat sekitar. Bukan seperti terlihat di layar televisi, selebritis berumrah unjuk pakaian yang dikenakan ketimbang bagaimana melaksanakan umrah yang baik agar dapat memberi edukasi kepada publik.

**

Upaya pemerintah untuk melindungi umat terjerat dari pelaku 'tangan kotor' dalam pelaksanaan umrah terus dilakukan. Namun hal itu tidak dapat dilaksanakan sendiri. Dukungan parlemen sangat penting, mengingat regulasi haji dan umrah termasuk pengawasannya ada di legislatif.

Ingat, penetapan besaran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) selalu diambil di gedung parlemen bersama pemerintah (Kemenag). Sementara derita umat terlantar dan 'tangis' keras sudah sering digaungkan dan ditanggapi anggota dewan. Ujungnya, penanganan dan perlindungan jemaah umrah ternyata belum menggembirakan.

Penyelenggara perjalanan ibadah umrah, yang dikenal PPIU, memang harus diawasi ketat. Ternyata, realitas di lapangan, pengawasan penyelenggaran umrah atau biro perjalanan harus ditangani secara komprehensif, melibatkan institusi lain: kepolisian, OJK, PPATK, Imigrasi, Bea Cukai, lembaga konsumen dan  Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU.

Menariknya, ternyata KPPU  yang dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan UU no. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat tidak sepenuhnya mendukung penetapan biaya termurah Rp 20 juta itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun