Nah, kembali lagi kepada teroris yang berkaitan dengan syarat wajib puasa. Jika untuk menahan diri saja teroris itu tidak mampu, tentu pula tidak akan memenuhi syarat di atas. Baiklah mereka itu mengklaim diri sebagai pemeluk Islam, tetapi apakah mereka berakal sehat. Saya meyakini, teroris itu -- bila melihat syarat ini -- tentu mereka itu termasuk kelompok orang tidak waras. Orgil atau orang gila dan sebangsanya.
Karenanya, teroris itu tidak memenuhi syarat wajib puasa. Ya, alasannya mereka itu sudah tidak waras. Mengingat lagi puasa Ramadan itu adalah perintah Allah kepada orang beriman, yang percaya akan kekuasaan Allah dengan segala kasih sayang-Nya. Maka, sungguh tepat teroris itu tidak berhak mengkalim diri sebagai orang Islam.
Jadi, puasa (Ramadan) ini tidak diwajibkan kepada orang tidak waras. Sungguh tepat perintah puasa itu ditujukan kepada orang-orang yang beriman  (al-Baqarah [2] : 183). Lantas, para teroris itu agamanya apa? Entah lah. Sebab, Islam tak mengajarkan kekerasan.
Baca juga : Masih Ada Cahaya Rahmatan Lil Alamin dari Istiqlal
Belum lama ini penulis merasa terkejut. Kaget. Bukan lantaran ada bom akibat ulah teroris di Surabaya itu. Tapi kaget lantaran ada seorang ustaz, di kampung penulis, menyebut bahwa kegiatan nisfu sya'ban sebagai perbuatan bid'ah. Yaitu, suatu perbuatan yang dikerjakan tidak menurut contoh yang sudah ditetapkan, termasuk menambah atau mengurangi ketetapan.
Usai shalat magrib, sebelum memasuki pembacaan surat Yasin (tiga kali) bersama-sama, sang ustaz mengaku merasa jengkel bahwa melaksanakan kegitan nisfu sya'ban -- yang sudah berlangsung lama di kawasan itu -- tiba-tiba disebut sebagai bid'ah. Penulis menyadari alasan mengapa ia sampai kecewa, karena kegiatan atau acara sebagai persiapan menghadapi Ramadan itu seharusnya mendapat respon positif.
Bisa jadi, dugaan penulis, di kampung itu mulai muncul riak-riak upaya memecah silaturahim yang sudah terjalin baik. Tegasnya, ada upaya merusak ukhuwah Islamiyah atau persaudaraan Islam. Sepatutnya rasa persaudaraan itu dikuatkan melalui kekuatan iman dan menumbuhkan perasaan kasih sayang, persaudaraan, kemuliaan, dan rasa saling percaya terhadap saudara seakidah.
Pada malam Ramadan ini, saat menjelang ibadah shalat taraweh, ustaz H. Dudung selaku pemimpin masjid At Taubah, Ceger, Jakarta Timur, memberi tausiyah. Ia mengingatkan seluruh Jemaah agar tidak saling mencemooh bagi umat yang menjalani taraweh kurang dari 23 rakaat. Atau ada di antaranya shalat taraweh 11 rakaat. Semua bagus. Yang jelek adalah tidak melaksanakan taraweh sama sekali.
**
Yakinlah bahwa puasa di bulan Ramadan itu memiliki keistimewaan. Selain di bulan itu diturunkannya Alquran, sebagai petunjuk bagi manusia dan berikut penjelasannya, termasuk perbedaan antara yang hak dan batil. Pada bulan itu pula Allah mengampuni hamba-Nya yang berpuasa, Allah membuka pintu surge dan menutup pintu neraka.