Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Nikah Usia Dini Itu Membangun Rumah Tangga dengan Pondasi Rapuh

10 Mei 2018   20:10 Diperbarui: 11 Mei 2018   08:59 2813
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada pasal 7 UU itu ditegaskan bahwa (1) Perkawinan hanya diizinkan bila pihak pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun.

(2) Dalam hal penyimpangan dalam ayat (1) pasal ini dapat minta dispensasi kepada Pengadilan atau pejabat lain yang diminta oleh kedua orang tua pihak pria atau pihak wanita. (3) Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan salah seorang atau kedua orang tua tersebut pasal 6 ayat (3) dan (4) Undang-undang ini, berlaku juga dalam hal permintaan dispensasi.

Upaya menghindari pernikahan anak di bawah usia memang perlu secara berkelanjutan disosialisasikan. Bagi orang dewasa pun penting memahami arti sebuah pernikahan itu agar rumah tangganya terus menerus terawat dengan baik. Bagai sebuah pohon, ia harus disirami dan diberi pupuk.

Peran tokoh agama, apa lagi ulama dan para ustaz dan ustazah, harus ditempatkan di barisan terdepan untuk memberi pemahaman tentang arti pernikahan itu sendiri. Sayangnya, tayangan televisi tentang mudahnya orang menceraikan isteri atau menggugat suami bercerai telah menginsirasi bagi pasangan yang tengah menghadapi "badai" rumah tangga untuk melakukan hal serupa.

Baca: [Topik Pilihan] Perkawinan Anak Masih Marak

Ini bukan mencari kambing hitam. Atau menyalahkan pihak luar, tetapi jika kita mengikuti logika, orang yang terhimpit kemudian mencari pertolongan tidak ada, maka ia akan menggunakan logika lainnya. Ibaratnya, seperti tidak ada rotan akar pun jadi.

Bila hal itu sudah terjadi, itu berarti rumah tangga tengah menghadapi persoalan berat. Bisa jadi dapat disamakan dengan tengah menegakan benang basah. Yang maksudnya, kalau satu pihak (isteri/suami) berkehendak ingin mempertahankan rumah tangganya, sama saja dengan pekerjaan sia-sia.

Apa lagi jika pelakunya dari seorang pemuka atau tokoh yang tengah dalam proses perceraian. Berita yang mencuat di media massa tentu saja memberi contoh kurang baik bagi publik.

Sayogianya, upaya pencegahan perceraian itu juga dilakukan Pemerintah. Dalam hal ini Kementerian Agama (Kemenag). Kenyataannya, anggaran di Ditjen Bimas Islam untuk penyelenggaraan kursus calon pengantin (Catin) dihapus. Dampaknya, program penting itu tidak dapat dilaksanakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun