Bisa jadi, jika masjid dijadikan sebagai tempat kampanye akan berpotensi menuai persoalan. Sejauh ini baik kelompok pendukung dan penentang masih bisa dikendalikan oleh aparat, sehingga konflik horizontal tidak terjadi.
Sungguh tepat ajakan Menteri  Agama Lukman Hakim Saifuddin yang melarang ceramah agama disisipi politik pratis, demi menghindari konflik antar-jemaah maupun masyarakat. Ceramah dengan politik praktis terjadi ketika penceramah menganjurkan untuk memilih presiden A dan jangan memilih presiden B, atau menggiring jemaah memilih partai A dibandingkan partai B.
Tentu saja jika jika ceramah diisi dengan politik yang bersifat substantif terkait penegakan keadilan dan kejujuran, misalnya pemenuhan hak-hak dasar manusia, perlindungan hak asasi manusia, mencegah kemungkaran, hal itu sangat dibolehkan.
Sayangnya, jika penceramah seperti peristiwa di atas, politik praktis, dan benar-benar terjadi hingga kini tak pernah terdengar tindakan nyata. Pernyataan Amien Rais yang menyebut pengajian harus disisipi politik ke depan akan menjadi pembenaran di kalangan akar rumput.
Karenanya, penting ke depan bahwa ajakan Lukman Hakim harus diperluas dengan pemberian sanksi tegas bagi pelakunya. Tidak cukup hanya berupa imbauan. Seluruh pemangku kepentingan terkait perlu memberi dukungan.
Hal itu dimaksudkan untuk menyingkirkan kesan jika yang berbuat itu orang partainya sendiri didiamkan, tapi bila menyangkut lawan politiknya lalu pelakunya diberengus. Dengan sebutan lain, dikriminalisasi. Jika hal itu terus terjadi, maka imbauan Menteri Agama itu hanya jadi macan ompong saja.
Salam demokrasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H