Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Ulama dan Umara Memang Bukan Air dan Minyak

25 April 2018   21:50 Diperbarui: 26 April 2018   08:39 2625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Daripada meributkan siapa pembocor informasi pertemuan ulama yang tergabung dalam Alumni 212, seyogyanya kita patut bersyukur bahwa umat Islam dan umat lainnya -- dari Sabang hingga Merauke -- sudah mengetahui bahwa kini tidak ada lagi  pengotak-ngotakan perlakuan terhadap anak bangsa.

Pertemuan Joko Widodo dan Alumni 212 memang terasa mengejutkan lantaran publik menduga bahwa Presiden mengambil jarak. Realitas itu terasa pasca Basuki Tjahaja Purnama lengser dari kursi DKI 1. Kemudian lagi dilatarbelakangi adanya penangkapan tokoh Alumni 212, seperti Muhammad al Khaththath oleh pihak berwajib.

Setelah itu mencuat pemberitaan Alumni 212 lainnya yang digiring ke bui. Lantas, sebagian kalangan merasa yakin bahwa Jokowi telah mengambil jarak dengan ulama. Khususnya dari kalangan Alumni 212 setelah pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Muhammad Rizieq Shihab memilih "mengungsi" ke Arab Saudi.

Realitasnya, Jokowi dalam kunjungan kerjanya ke berbagai daerah selalu menyempatkan diri mengunjungi Pondok Pesantren dan bersilaturahim dengan para kiai setempat.

Dengan terungkapnya pertemuan Alumni 212 di Istana Bogor, Jawa Barat,  atas inisiatif Jokowi itu, maka banyak pihak berharap ke depan dapat memberi kesejukan bagi seluruh warga di Bumi Pertiwi ini. Mengapa? Karena pertemuan itu diyakini akan membuahkan manfaat.

Sebab, ulama sangat paham tentang kepentingan umat dan negara. Bila lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya, tentu pertemuan itu tidak mungkin terwujud.

Sebelumnya, anggota Penasihat Persaudaraan Alumni 212 Muhammad Al Khaththath menyebutkan  nama ulama yang masuk dalam pertemuan itu. Misbahul Anam menjabat sebagai ketua Tim 11 Ulama Alumni 212.

Ia merupakan pendiri Front Pembela Islam (FPI) dan selama ini ikut terlibat dalam gelombang Aksi Bela Islam, termasuk aksi 212 pada 2 Desember 2016. Sementara jabatan sekretaris Tim 11 dipegang oleh Al Khaththath. Dia merupakan Sekjen Forum Umat Islam dan kerap jalan beriringan dengan FPI dalam beberapa aksi.

Sembilan anggota lainnya yaitu Abdul Rasyid Abdullah Syafii, Abah Roud Bahar, Slamet Maarif, Usamah Hisyam, Sobri Lubis, Muhammad Husni Thamrin, Muhammad Nur Sukma, Yusuf Muhammad Martak, dan Aru Syeif Asadullah.

**

Kini semakin terkuak, bahwa karena pertemuan itu, akan menguatkan silaturahim dan membuat suasana politik di dalam negeri makin tenang. Di sini, memang, Presiden Joko Widodo harus tampil ke depan sebagai sosok negarawan dan merangkul semua pihak.

Kemudian, bagaimana dengan Tim 11 Ulama Alumni 212 yang masih mempersoalkan beredarnya foto dan kabar pertemuan mereka dengan Presiden Joko Widodo di Istana Bogor pada Minggu (22/4) lalu?

Sekretaris Tim 11 Ulama Alumni 212 Muhammad al Khaththath nampaknya kecewa karena  pertemuan itu berlangsung tertutup rapat. Kenapa bisa bocor ke publik?

"Semua alat komunikasi, handphone, tidak boleh dibawah masuk. Berarti sepakat secara tidak tersirat bahwa tidak ada foto dan rekaman," ujarnya dalam konferensi pers di Tebet, Rabu (25/4).

Pertemuan di Istana Bogor itu, seperti diungkap Ketua Umum GNPF dan anggota Tim 11 Ulama Alumni 212 Yusuf Muhammad Martak, memang tertutup. Mereka hadir karena diundang. Tim mereka, tegasnya, tidak pernah meminta pertemuan itu tertutup atau tidak. Karena itu, mereka meminta Istana atau Presiden untuk mengusut pihak yang membocorkan pertemuan itu ke publik.

**

Di era reformasi dan keterbukaan sekarang ini, bila kita mengambil perumpamaan, jarum jatuh saja bisa diketahui orang banyak. Apa lagi pertemuan itu melibatkan dan menyertakan banyak orang. Beda dengan pembicaraan istri dan suami di kamar tertutup. Itu pun, jika isi pembicaraannya menyangkut kepentingan mertua, bisa jadi 'bocor'. Misal, tentang rencana membiayai mertua pergi umrah.

Sangat dimungkinkan jika isi pembicaraan itu memberi manfaat, maka tidak perlu lagi mengejar siapa pelaku pembocor pertemuan Jokowi dengan Alumni 212. Apa lagi isi pertemuan tersebut menyangkut kepentingan ulama dan umat, yaitu meminta agar Jokowi tidak mengkriminalisasi ulama.

Andai pun kemudian ada keinginan kuat mencari pelaku pembocor pertemuan di Bogor itu, menurut hemat penulis, bisa saja. Tapi, itu pun tergantung pula kepada sikap Jokowi selaku tuan rumah pertemuan tersebut.

Dalam politik, apa lagi di tahun Pilkada 2018 dan Pilpres 2018, berbagai hal mudah diangkat sebagai isu "miring". Jika ada elite politik dari partai mengeluarkan pernyataan, maka rekan atau kelompok dari elite politik itu memberi suara "pengerasan". Dengan maksud, gaungnya dapat meluas meski pernyataan dari tokoh bersangkutan terasa belepotan.

Nah, mumpung pertemuan tersebut masih terasa hangat, alangkah eloknya para elite politik dapat menyikapi dengan sikap positif. Ulama dan umara, sejak negeri ini berdiri sudah saling bergandengan tangan memajukan negeri ini. Karenanya, jangan pandang pertemuan antara Jokowi dan Alumni 212 sebagai air dan minyak. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun