Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cara Polisi Jaga Citra

25 Maret 2018   11:08 Diperbarui: 25 Maret 2018   11:18 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tahun Pilkada 2018 dan Pilpres 2019, upaya menaikan citra untuk menarik simpati warga banyak cara. Seperti di antaranya sering tampil di layar kaca atau televisi, membuat pernyataan kontroversial hingga mengusik hak wilayah pribadi seseorang.

Media massa adalah sarana efektif untuk membentuk citra. Apakah hasilnya bisa positif atau negatif, semua tergantung dari isu yang 'dimainkan'. Karena itu, dalam Pilkada, sering kali kita menjumpai para kandidat memiliki tim sukses masing-masing.

Tim sukses, atau populer dipanggil timses pemenangan bersama jajaran manajemennya mempelajari berbagai aspek. Termasuk isu apa saja yang hadir di tengah masyarakat. Bisa isu lapangan kerja, ketimpangan ekonomi atau kelangkaan rumah ibadah bagi warga.

Paling murah dan gampang adalah memainkan isu suku, agama, ras dan antargolongan atau SARA. Tapi, bila isu yang diangkat tidak terasa menyentuh kebutuhan warga, bisa jadi malah melemahkan posisi sang kandidat.

Karena itu, timses dalam bekerja harus didukung dengan kajian akademik. Maka, muncul pula kebutuhan untuk menghadirkan pentingnya tim survei dengan tim logistiknya.

**

Di sini, penulis tidak bermaksud membahas bagaimana pentingnya membentuk citra. Bukan pakarnya, baik untuk kebutuhan kandidat pada pilkada ataupun kepentingan meningkatkan penjualan terhadap suatu produk.

Tetapi penulis ingin memberi apresiasi terhadap Kepolisian RI. Institusi ini demikian cepat mengambil keputusan terhadap anggotanya yang dianggap salah dalam bertindak di lapangan.

Seperti diberitakan Kepala Polres Banggai, AKBP Heru Pramukarno dicopot dari jabatannya setelah insiden pembubaran paksa barisan ibu-ibu setempat yang menentang eksekusi tanah, dengan menggunakan tembakan gas air mata.

Saat itu para ibu setempat membentuk barisan. Mereka melantunkan shalawat serta takbir guna menahan aparat yang hendak menggusur rumah. Bentrokan antara polisi dengan massa tidak dapat dihindari.

Polisi akhirnya menggunakan tembakan gas air mata. Itu dilakukan setelah warga mulai melempar batu ke arah polisi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun