Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Di Sini Ketua KPK Bisa Tersenyum

19 Maret 2018   21:28 Diperbarui: 19 Maret 2018   21:46 586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengapa begitu?

Ingatan publik masih kuat terhadap hak angket KPK meski juga sering diperdengarkan bahwa itu tidak bermaksud melemahkan institusi antirasuah. Namun sebagian masyarakat masih kuat memandang bahwa dewan memusuhi personil KPK dan berujung pada pelemahan institusi itu juga.

Seorang pelukis menyebut, lukisan tersebut bisa saja ditafsirkan sebagai perjuangan Agus Rahardjo ketika menghadapi gempuran para pasukan tikus di seberang sana. Siapa pun kita, sangat manusiawi, kala 'kepepet' menghadapi perkara di lapangan meja hijau akan mencari akal.

Tidak perlu disebut siapa pelakunya. Namun masyarakat yang semakin disibukan dengan 'drama' konyol dan menyedot perhatian, telah menjdi dewasa terhadap berbagai fenomena sosial yang terjadi. KPK memang butuh pengawalan secara berkelanjutan.

Sebab, sejalan dengan itu, bangsa ini juga tengah menghadapi tantangan berat. Setelah lepas belenggu dari kolonial, ke depan masih saja bergelut dengan persoalan korupsi yang dibalut aspek penegakan hukum, kepentingan politik kelompok, isu agama hingga upaya memperlemah bangsa melalui narkoba.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
"Apa anda mau menyaksikan anak cucu menangis?" tanyannya sambil membereskan figura lukisan yang berserakan.

"Kulitnya sering kita dengar untuk menyejahterakan rakyat. Realitasnya, jadi kapal keruk!" ia terlihat kecewa.

Karena ada kepentingan kelompok itu, maka sangat wajar pergerakan penentangan makin menguat. Termasuk terhadap produk undang-undang yang dibuat kalangan orang terhormat itu sering kali bermuara ke Mahkamah Konstitusi (MK) berupa judicial review.

Jadi, sesekali bicara dengan pelukis tentu tak salah. Sebab, mereka diam-diam merekam jejak anak bangsa ini. Selama belum ada aturan tentang senyum, tertawa dan kentut di sembarang tempat tidak dilarang, apa salahnya bertandang ke lokasi itu?

Hormati seniman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun