Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Nyepi sebagai Inspirasi Peningkatan Soliditas Kerukunan

16 Maret 2018   14:53 Diperbarui: 17 Maret 2018   16:46 1207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Alit Wiratmaja saat perayaan ogoh-ogoh di Tangerang, Banten. Foto | Dokpri

Meski saya seorang Muslim, tapi dalam keseharian banyak bersentuhan dengan rekan-rekan yang beragama Hindu. Sering kali dalam perayaan Nyepi penulis membuat artikel seputar hari besar tersebut. Penulis sadar bahwa tulisan yang lalu terasa kering karena dibuat terlalu singkat mengingat keterbatasan waktu dan kurang menyerap pemikiran orang yang ahli di bidang agama ini. 

Karena itu, pada perayaan Nyepi 2018, penulis bersyukur dapat menjumpai Ida Bagus Alit Wiratmaja SH MH, Ketua PHDI Provinsi Banten. Dan juga untuk memperkaya tulisan ini, ada beberapa catatan penulis hasil wawancara dengan mantan Dirjen Bimas Hindu, Kementerian Agama, Prof. Dr. IB Yudha Triguna, ikut disertakan.

Dengan demikian, tulisan ini diharapkan semakin memperkaya dan memberikan pemahaman kepada saudara kita di luar agama Hindu.

**

Umat tengah ikut tawur agung. Foto | Dokpri
Umat tengah ikut tawur agung. Foto | Dokpri
Hari raya Nyepi pada tahun 2018 yang akan dilaksanakan pada Sabtu, 17 Maret 2018, merupakan Tahun Baru saka 1940. Hari Raya Nyepi sebagai tahun baru saka maknanya kurang lebih sama dengan tahun baru seperti pada umumnya, yaitu melaksanakan syukuran atau memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Pencipta, kemudian umat Hindu melakukan introspeksi diri untuk kehidupan yang lebih baik di kemudian hari.

Perayaan tahun baru saka juga merupakan simbol perdamaian dan toleransi ketika Raja Kaniska I dari Suku Saka pada tahun 78 masehi berhasil mempersatukan suku-suku yang ada di India dari perpecahan akibat masalah sosial dan peperangan pada saat itu.

Peringatan Tahun Baru Saka yang dirayakan umat Hindu setiap tahun di Indonesia memiliki makna sebagai hari kebangkitan, hari pembaruan, hari kebersamaan atau persatuan dan kesatuan, hari toleransi, hari kedamaian dan hari kerukunan nasional.

Perayaan Nyepi yang dilaksanakan oleh umat Hindu senantiasa mengedepankan konsep Tri Hita Karana yaitu melaksanakan keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama manusia dan menjaga keseimbangan hubungan manusia dengan lingkungan alam sekitarnya.

Dalam implementasi hubungan manusia dengan Tuhan, umat Hindu melaksanakan beberapa ritual dalam menyongsong Hari Raya Nyepi.

Rangkaian perayaan hari raya Nyepi, seperti dilakukan di Provinsi Banten, diawali dengan melaksanakan upacara Melasti. Atau untuk di Jawa disebut upacara Sedekah Laut, dengan menggunakan lokasi di pantai Tanjung Pasir kecamatan Teluk Naga, kabupaten Tangerang, pada hari Minggu, 11 Maret 2018.

Melasti di Bali. Foto | Tribun Bali/Andriansyah
Melasti di Bali. Foto | Tribun Bali/Andriansyah
Ritual upacara Melasti bertujuan untuk melebur atau melenyapkan kekotoran yang ada pada diri manusia atau bhuwana alit untuk dihanyutkan atau dibuang ke laut, sebagaimana arti dari Melasti adalah Mala yang artinya kotor atau penyakit dan Asti artinya dibersihkan atau disucikan dengan air suci yang diambil dari tengah laut.

Sebagaimana yang tertuang dalam lontar Sundarigama bahwa "ngamet sarining amerta kamandalu ring telenging segara" yang artinya adalah mengambil air suci kamandalu di laut untuk menyucikan diri manusia.

Dalam Reg Weda juga dinyatakan: Apam napatam paritasthur apah. Yang artinya, air yang murni baik, mata air dan laut adalah mempunyai kekuatan yang menyucikan.

Ribuan umat Hindu se-Provinsi Banten yang datang membawa Pretima atau benda suci, dan membawa sesaji dengan iringan kesenian tetabuhan beleganjur dapat melaksanakan ritual menuju Pantai Tanjung Pasir.

Mereka datang dari umat Hindu Pura Eka Wira Anantha Serang, Parahyangan Bhuana Raksati Sodong, Pura Kerta Jaya Tangerang, Parahyangan Jagatguru Tangerang Selatan, Pura Mertasari Rempoa, Pura Dharma Sidhi Ciledug, dan umat dari Putra Kerta Giri Taman Asri.

Umat Hindu di Provinsi Banten memiliki aneka warna-warni kearifan lokal dengan budaya yang indah dan menentramkan, dengan keikutsertaan Paguyuban Majapahid yang mempersembahkan Gunungan pada saat Melasti. Gunungan ini merupakan simbolis dari segala hasil alam yang diperuntukkan Sarana Sagara Yadnya atau Sedekah Laut.

Gunungan sebagai ungkapan bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebagai pencipta alam semesta beserta isinya.

Ritual yang kedua adalah melaksanakan upacara Tawur Kesanga atau Tawur Agung atau sedekah bumi yang dilangsungkan tanggal 16 Maret atau sehari sebelum hari raya Nyepi dipusatkan di Taman Kopasus Serang, bertujuan secara ritual simbolis untuk membersihkan bumi atau bhuwana agung.

**

Alit Wiratmaja saat perayaan ogoh-ogoh di Tangerang, Banten. Foto | Dokpri
Alit Wiratmaja saat perayaan ogoh-ogoh di Tangerang, Banten. Foto | Dokpri
Sehari sebelum Nyepi, umat melaksanakan tawur atau persembahan kepada buta kala yang bertujuan agar bhuta kala itu bisa menjadi somia atau artinya bisa menjadi bahagia, tenang dan senang. Jadi bagaimana umat Hindu dapat membahagiakan alam semesta lingkungan ini, sehingga manusia dapat hidup berbahagia tanpa adanya gangguan dari kekuatan alam semesta yang sangat dasyat.

Somia, artinya bagaimana manusia membuat tenang, senang dan bahagia lingkungan alam yang ada dalam bhuwana agung. Jadi umat Hindu melaksanakan yadnya atau korban suci untuk menghormati, menjaga dan memelihara kekuatan alam semesta tersebut.

Umat Hindu menyebut kekuatan alam semesta tersebut dalam Hindu berupa unsur Panca Mahabhuta. Panca Mahabhuta terdiri dari unsur apah yaitu air, laut, sungai dan danau sehingga bagaimana unsur air ini agar senantiasa bersahabat dengan kehidupan misalnya kita berdoa agar tidak terjadi banjir atau tsunami yang dapat memporak-porandakan kehidupan.

Unsur yang kedua adalah Mahabhuta Teja untuk kita memohon agar teja tersebut membawa harapan supaya semua unsur api bersahabat dengan kita, tidak terjadi kebakaran dan akibat lainnya.

Mahabhuta yang ketiga adalah mahabhuta bayu, bagaimana kita memohon agar udara dan angin selalu similir dengan sepoi dan tidak berubah menjadi angin topan badai.

Umat juga melaksanakan upacara nyomia terhadap mahabhuta pertiwi agar bagaimana menjadikan pertiwi atau tanah yang kita pijak selalu bersahabat dengan kita, mengasihi dan selalu memberi manfaat untuk kehidupan kita, memohon jangan sampai ada gempa dan kerusakan tanah dan juga berakibat terjadinya tsunami yang dapat merenggut kehidupan manusia.

Mahabhuta yang kelima adalah mahabhuta akasa atau alam hampa lapisan ozon yang harus kita jaga dan mohonkan agar tidak mempengaruhi tingkat kepanasan bumi dan kerusakan dalam perputaran bumi.

Penulis berharap tulisan agak panjang ini dapat memberi pemahaman bagi saudara kita yang tengah melaksanakan hari besar Nyepi.

Ogog-ogoh diarak. Foto | Dokpri
Ogog-ogoh diarak. Foto | Dokpri
**

Sifat-sifat buruk dari mahabhuta terwujud dalam bentuk bhutakala yang disimboliskan dengan boneka Ogoh-ogoh, yang kemudian diarak dalam pawai, kemudian boneka ogoh-ogoh dilenyapkan sebagai simbol melenyapkan sifat prilaku buruk dan jahat.

Jadi, Tawur Kesanga dengan segala rangkaiannya adalah juga merupakan dialog spiritual manusia dengan alam sekitar para bhuta demi keseimbangan bhuwana agung atau alam semesta dengan bhuwana alit atau diri manusia itu sendiri.

Setelah pelaksanaan ritual alam disucikan dan manusia juga dibersihkan, maka kemudian masuk pada ritual yang ketiga yaitu puncak Hari Raya Nyepi dengan melaksanakan Catur Brata Penyepian atau empat larangan yang harus ditaati pada hari Nyepi tersebut selama 24 jam.

Catur Brata Penyepian itu yaitu yang pertama berupa amati geni atau tidak menyalakan api, yang bermakna tidak boleh mengumbar hawa nafsu. Yang kedua adalah amati karya yaitu dengan tidak bekerja atau istirahat bertujuan untuk menenangkan diri dan melakukan introspeksi. Berikutnya yang ketiga adalah amati lelungaan atau tidak keluar rumah dengan melakukan tapa samadi dan brata yang keempat adalah amati lelanguan yang artinya tidak boleh menikmati hiburan, tontonan dan juga tidak boleh ada keributan.

Suasana sepi atau sipeng atau hening pada Hari Raya Nyepi menunjukan bahwa bagaimana kami melakukan introspeksi diri atau mulatsarira dengan harus hidup tenang, senang, damai dan bahagia. Sebab, biasanya jika keadaan ramai, gaduh, hiruk pikuk adalah suasana yang tidak kondusif dapat mengganggu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara

Setelah Hari Raya Nyepi pada tanggal 21 April 2018, kami akan melaksanakan dharma shanti Provinsi Banten di halaman Banjar Serang, yang kita harapkan akan dihadiri oleh Gubernur Banten dan tokoh Lintas Agama serta seluruh umat Hindu se-provinsi Banten.

Pada saat pelaksanaan dharma shanti akan dimeriahkan dengan pagelaran fragmentari Sutasoma oleh para seniman dan seni tari dari Kabupaten Badung Provinsi Bali.

Sesungguhnya seluruh rangkaian Nyepi dalam rangka peringatan pergantian Tahun Baru Saka itu adalah sebuah dialog spiritual yang dilakukan oleh umat Hindu agar kehidupan ini selalu seimbang dan harmonis serta sejahtera dan damai.

Tawur Agung. Foto | Antara
Tawur Agung. Foto | Antara
**

Nyepi mempunyai artinya membuat suasana sepi, tanpa kegiatan (amati karya), tanpa menyalakan api (amati geni), tanpa melakukan perjalanan keluar rumah (amati lelungaan) dan tanpa hiburan (amati lelanguan) yang dikenal dengan istilah "Catur Berata penyepian".

Sesungguhnya di hari itu umat Hindu melakukan tapa, berata, yoga, samadhi, untuk menyimpulkan serta menilai pribadi-pribadi di masa lampau dan merencanakan hari depan lebih baik. Di hari itu dilakukan evaluasi diri, seberapa jauhkah tingkat pendakian rohani yang dicapainya, dan sudahkah mengerti pada hakekat tujuan kehidupan di dunia ini.

Dengan amati karya, menurut dia, umat Hindu mempunyai waktu yang cukup untuk melakukan tapa, berata, yoga, dan samadhi; dalam suasana amati gni, pikiran akan lebih tercurah pada telusuran kebathinan yang tinggi; pembatasan gerak bepergian keluar rumah berupa amati lelungaan akan mengurung diri sendiri di suatu tempat tertentu untuk melakukan tapa, berata, yoga, samadhi.

Tempat itu bisa di rumah, di Pura atau di tempat suci lainnya. Tentu saja dalam prosesi itu umat Hindu wajib menghindarkan diri dari segala bentuk hiburan yang menyenangkan yang dinikmati melalui panca indria.

Kemampuan mengendalikan Panca Indria adalah dasar utama dalam mengendalikan Kayika, Wacika dan Manacika sehingga jika sudah terbiasa maka akan memudahkan pelaksanaan Tapa Yadnya. Walaupun tidak dengan tegas dinyatakan, pada Hari Nyepi seharusnya berpuasa menurut kemampuan masing-masing.

Jenis-jenis puasa antara lain : tidak makan dan minum selama 24 jam, atau siang hari saja, atau bentuk puasa yang ringan yaitu hanya memakan nasi putih dengan air kelapa gading yang muda. Setelah Nyepi, diharapkan umat Hindu memiliki nilai tertentu dalam evaluasi kiprah masa lalu dan rencana bentuk kehidupan selanjutnya yang mengacu pada kekurangan-kekurangan nilai dan meningkatkan kuwalitas beragama.

Demikianlah tahun demi tahun berlalu sehingga semakin lama umat Hindu mengerti hakekat kehidupan di dunia, yang pada gilirannya membentuk pribadi yang dharma, yaitu jalan kehidupan yang berlandaskan kebenaran dan menjauhkan hal-hal yang bersifat dharma.

Hari Raya Nyepi dan hari-hari raya umat Hindu lainnya merupakan tonggak-tonggak peringatan penyadaran Dharma. Oleh karena itu kegiatan dalam menyambut datangnya hari raya itu semestinya tidak pada segi hura-hura dan kemeriahannya. Seandainya mayoritas umat Hindu Nusantara menyadari hal ini, pastilah masyarakat yang Satyam (taat beragama), Siwam (kasih sayang), Sundaram (sejahtera materiil dan immateriil) akan dapat tercapai dengan mudah. Satyam, Siwam, Sundaram adalah unsur-unsur yang sangat menentukan upaya manusia mencapai Moksartham Jagadhita (kebahagiaan lahir/bathin).

Umat juga bersyukur bahwa Hari Raya Nyepi telah dijadikan sebagai hari libur nasional di Indonesia sejak tahun 1983, sehingga kami dapat melaksanakan perayaan dengan hikmat di seluruh nusantara.

Umat Hindu berharap perayaan Nyepi tahun ini dapat terlaksana dengan baik dalam koridor tema "melalui catur brata pe-Nyepi-an, kita tingkatkan soliditas dan kerukunan antar umat beragama dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun