Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Nyepi sebagai Inspirasi Peningkatan Soliditas Kerukunan

16 Maret 2018   14:53 Diperbarui: 17 Maret 2018   16:46 1207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ogog-ogoh diarak. Foto | Dokpri

Unsur yang kedua adalah Mahabhuta Teja untuk kita memohon agar teja tersebut membawa harapan supaya semua unsur api bersahabat dengan kita, tidak terjadi kebakaran dan akibat lainnya.

Mahabhuta yang ketiga adalah mahabhuta bayu, bagaimana kita memohon agar udara dan angin selalu similir dengan sepoi dan tidak berubah menjadi angin topan badai.

Umat juga melaksanakan upacara nyomia terhadap mahabhuta pertiwi agar bagaimana menjadikan pertiwi atau tanah yang kita pijak selalu bersahabat dengan kita, mengasihi dan selalu memberi manfaat untuk kehidupan kita, memohon jangan sampai ada gempa dan kerusakan tanah dan juga berakibat terjadinya tsunami yang dapat merenggut kehidupan manusia.

Mahabhuta yang kelima adalah mahabhuta akasa atau alam hampa lapisan ozon yang harus kita jaga dan mohonkan agar tidak mempengaruhi tingkat kepanasan bumi dan kerusakan dalam perputaran bumi.

Penulis berharap tulisan agak panjang ini dapat memberi pemahaman bagi saudara kita yang tengah melaksanakan hari besar Nyepi.

Ogog-ogoh diarak. Foto | Dokpri
Ogog-ogoh diarak. Foto | Dokpri
**

Sifat-sifat buruk dari mahabhuta terwujud dalam bentuk bhutakala yang disimboliskan dengan boneka Ogoh-ogoh, yang kemudian diarak dalam pawai, kemudian boneka ogoh-ogoh dilenyapkan sebagai simbol melenyapkan sifat prilaku buruk dan jahat.

Jadi, Tawur Kesanga dengan segala rangkaiannya adalah juga merupakan dialog spiritual manusia dengan alam sekitar para bhuta demi keseimbangan bhuwana agung atau alam semesta dengan bhuwana alit atau diri manusia itu sendiri.

Setelah pelaksanaan ritual alam disucikan dan manusia juga dibersihkan, maka kemudian masuk pada ritual yang ketiga yaitu puncak Hari Raya Nyepi dengan melaksanakan Catur Brata Penyepian atau empat larangan yang harus ditaati pada hari Nyepi tersebut selama 24 jam.

Catur Brata Penyepian itu yaitu yang pertama berupa amati geni atau tidak menyalakan api, yang bermakna tidak boleh mengumbar hawa nafsu. Yang kedua adalah amati karya yaitu dengan tidak bekerja atau istirahat bertujuan untuk menenangkan diri dan melakukan introspeksi. Berikutnya yang ketiga adalah amati lelungaan atau tidak keluar rumah dengan melakukan tapa samadi dan brata yang keempat adalah amati lelanguan yang artinya tidak boleh menikmati hiburan, tontonan dan juga tidak boleh ada keributan.

Suasana sepi atau sipeng atau hening pada Hari Raya Nyepi menunjukan bahwa bagaimana kami melakukan introspeksi diri atau mulatsarira dengan harus hidup tenang, senang, damai dan bahagia. Sebab, biasanya jika keadaan ramai, gaduh, hiruk pikuk adalah suasana yang tidak kondusif dapat mengganggu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun