Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Yakinlah, Pemerintah akan Perhatikan Umat Konghucu

17 Februari 2018   15:22 Diperbarui: 18 Februari 2018   06:04 2435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mudhofir tengah memberi pengarahan. Foto | Dokpri

Pada perayaan Imlek 2569 (Kongzili), umat Konghucu diharapkan dapat membangun sinergitas yang baik antara umat, lembaga keagamaan dan Pemerintah sehingga upaya meningkatkan kualitas kehidupan kerukunan bergama ke depan dapat lebih optimal.

Sinergitas itu kini menjadi penting setelah pemerintah merespon harapan tokoh umat Konghucu agar mendapat pelayanan di negeri ini, sama seperti juga umat-umat agama lainnya.

Kapal-kapal di Ancol siap mengangkut wisatawan. Foto | Dokpri
Kapal-kapal di Ancol siap mengangkut wisatawan. Foto | Dokpri
Pemerintah, dengan Kementerian Agama (Kemenag), secara kelembagaan sudah memiliki direktorat tersendiri untuk melayani umat Islam, Kristen Katolik, Protestan, Buddha dan Hindu. Agama-agama itu mendapat pelayanan dengan Direktorat Bimbingan Agama (Bimas) masing-masing.

Namun untuk Konghucu barulah pada era Pemerintahan Abdulrahman Wahid atau Gus Dur soal agama ini mendapat perhatian.Gus Dur membebaskan umat Konghucu yang banyak dianut etnis Tionghoa untuk menjalankan ibadah secara terbuka dan merayakannya.

Dalam berbagai laman dijelaskan, pencabutan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina membawa perubahan bahwa warga Tionghoa dan Umat Khonghucu memiliki hak dan kewajiban sama dengan warga negara Indonesia lainnya di depan Undang-Undang dan hukum.

Kebijakan  pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid ini merupakan awal umat Khonghucu dapat merayakan Imlek dan hak-hak sipilnya dipulihkan. Barulah pada perayaan Cap Go Meh 2014 silam, umat Konghucu -- di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan sejumlah undangan yang hadir -- disampaikan keinginan umat Konghucu punya direktorat di Kementerian Agama (Kemenag).

Mengingat pelayanan umat Konghucu tidak sebesar jumlah umat yang dilayani saat itu, yang tercatat dalam kartu tanda penduduk (KTP) sedikit, maka perjalanan pembentukan Dirjen Bimas Konghucu tak berlangsung lama. Lalu, prosesnya terhenti.

Sedikitnya umat yang tercatat sebagai pemeluk Konghucu disebabkan berbagai hal.  Di antaranya banyak umat Konghucu yang masih ragu untuk menuliskan agama Konghucu di kolom kartu tanda penduduk (KTP)-nya.

Mudhofir bersama-sama anak-anak di sekolah Konghucu. Foto | Dokpri
Mudhofir bersama-sama anak-anak di sekolah Konghucu. Foto | Dokpri
***

Apa benar itu?

Dalam kaitan menyambut IMLEK 2018, penulis mencari informasinya. Akhirnya didapat penjelasan itu dari M Mudhofir. Ia adalah Kepala Pusat Bimbingan dan Pendidikan Konghucu, Setjen Kemenag. Mudhofir dilantik Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin pada medio Mei 2017 silam.

Jika dilihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2010, sebaran pemeluk Konghucu ada di 21 propinsi. Sebanyak 11 propinsi jumlahnya mencapai ribuan, 5 propinsi jumlahnya mencapai ratusan ratusan, 5 propinsi lainnya mencapai puluhan. Data itu berdasarkan kolom agama di KTP yang mereka miliki, mencapai 117 ribu jiwa.

Mudhofir tidak menyebutkan propinsi-propinsi mana saja yang jumlah pemeluk Konghucu cukup besar. Sebab, publik tentu sudah tahu, seperti di Singkawang (Kalbar), Bangka Belitung, Medan dan beberapa daerah lainnya. Namun jika dicermati, bila disaksikan orang yang merayakan imlek dalam jumlah besar, belum  tentu warganya memiliki KTP dengan kolom agama sebagai pemeluk Konghucu.

Mengapa bisa demikian. Ini adalah bagian dari masa lalu yang menurut penulis pada hari bahagia, saat perayaan Imlek ini, tidak perlu dibesar-besarkan.

"Saya pun takut menyebutnya. Nanti kena pasal-pasal," kata Mudhofir sambil melepas tawa.

Itu adalah bagian masa lalu. Sejarah. Karena itu, Mudhofir berharap, momentum Imlek saat ini dapat dijadikan sebagai upaya menanamkan keyakinan bahwa pemerintah kini akan lebih memperhatikan umat Konghucu.

"Tataplah masa depan," ia berharap.

Mudhofir tengah memberi pengarahan. Foto | Dokpri
Mudhofir tengah memberi pengarahan. Foto | Dokpri
***

Kini pelayanan umat Konghucu diharapkan lebih optimal. Sebab, secara kelembagaan di Kemenag sudah ada pejabat setara dengan kepala pusat. Ya, namanya saja Kepala Pusat Bimbingan dan Pendidikan Konghucu, Kemenag. Sehari-hari ia bertanggung jawab langsung kepada Menteri Agama.

Sebelumnya, dulu, soal-soal yang menyangkut pelayanan umat Konghucu berada di Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kemenag. Sekarang ia berdiri sendiri yang dalam operasionalnya di bawah Setjen Kemenag.

Esensinya, soal pelayanan, ke depan diharapkan lebih optimal. Karena itu, ia mengulang lagi, sinergitas antarumat, interumat Konghucu dan kelembagaannya haruslah baik. Agar pelayanan dapat lebih optimal, meski penyebaran umat Kunghucu di Tanah Air tidak merata.

Terkait layanan umat, pihaknya kini tengah merampungkan Peraturan Menteri Agama (PMA) yang menyangkut bidang pendidikan, kelembagaan dan rumah ibadah.

Semabayang di Vihara. Foto | Antara Pontianak
Semabayang di Vihara. Foto | Antara Pontianak
Secara vertikal, ke depan, organisasinya pun harus diperkuat. Selama ini, pelayanan umat Konghucu di daerah belum baik. Hal itu disebabkan di tingkat akar rumput, seperti Kanwil Kemenag dan Kantor Kementerian belum hadir petugas yang melayani bidang agama ini.

Nanti, pelayanan umat Kunghucu akan dapat dilayani di kantor kementerian di berbagai daerah. "PMA tentang itu masih dimatangkan," ia menegaskan.

Upaya peningkatan kualitas rohaniawan agama ini ke depan mendapat perhatian serius. Kendala di lapangan, rohaniawan selain sebagai penyuluh agama Khonghucu umumnya merangkap sebagai pengelola tempat ibadah.  

Demikian pula terkait kependidikan. Selain dihadapi persoalan kelangkaan guru agama, juga tenaga pendidik agama Khonghucu yang belum memenuhi standar kualifikasi. Kualifikasi yang dimaksud adalah seperti dipersyaratkan Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Gong Xi Fa Chai, Selamat Sejahtera.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun