Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Perlukah Pers Mengajak Pengguna Medsos Memerangi Berita Hoaks?

8 Februari 2018   17:09 Diperbarui: 9 Februari 2018   11:32 657
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jajaran pers penting mengajak masyarakat untuk memerangi berita bohong. Sesuai dengan perannya, pers penting meluruskan berita simpang siur atau berita bohong sebagai suatu keharusan, sehingga publik memperoleh kejelasan duduk persoalannya. Tetapi itu saja tidak cukup, awak media perlu tampil menyosialisasikan kode etik profesinya sendiri.

Kode Etik Jurnalistik sejatinya merupakan himpunan etika bagi para jurnalis atau wartawan. Awak media ini, dalam bekerjanya, selain dibatasi oleh ketentuan hukum, seperti Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, juga wajib mengindahkan kode etik jurnalistik.

Sosialisasi kode etik itu bukan hanya ditujukan bagi insan pers itu sendiri, juga dirasa penting bagi publik. Dengan harapan para pengguna medis sosial dapat memahami rambu-rambu (larangan) yang berpotensi merugikan orang banyak. Atau, jangan sampai menyeret pengguna media sosial itu sendiri ke meja hijau lantaran memasuki wilayah privasi seseorang, menyerang seseorang dengan berita fitnah atau melukai perasaan orang banyak.

Seyogianya pengguna media sosial itu tidak jauh mengambil posisi sama kedudukan dengan insan pers, meski hal itu tidak seluruhnya sebagai pelaku yang menjalankan fungsi pers sebagaimana mestinya. Minimal, ia tahu tentang informasi pada wilayah "abu-abu", terang benderang dan larangan untuk dikonsumsi publik.

Para awak media yang bekerja pada media mainstream (arus utama), meski sudah memahami kode etik pers tidak berarti mereka hafal poin-poinnya. Tetapi terpenting sudah ada kesadaran bahwa yang bersangkutan sudah tahu rambu-rambunya untuk terhindar dari jerat hukum.

Demikian pula para pengguna media sosial, ia harus mengerti Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), terlebih lagi jika dilengkapi pemahaman yang tepat tentang kode etik pers sebagai panduan mengemukakan pendapat ke ranah publik.

Undang-undang (UU) No.19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), seperti pernah diungkap Ketua Umum Indonesia Cyber Law Community (ICLC), Teguh Arifiyadi,  bahwa masyarakat perlu memahami hal apa saja yang tidak boleh ditulis dan dibagikan (share) melalui media sosial.

Masyarakat harus bijak dalam menggunakan media sosial dengan berpikir ulang atas informasi apa yang ingin dibagikan ke orang lain yang nantinya akan dibagikan juga oleh orang lain tersebut.

Dewasa ini, media arus utama juga ikut memainkan perannya di media sosial. Coba saksikan, banyak berita yang sudah disuguhkan dalam media online masih juga dibagikan (share) melalui media sosial. Dengan harapan, publik memperoleh informasi lengkap.

Berbagai cara menggunakan media sosial agar terhindar dari jeratan hukum sudah banyak dipublikasikan. Terpenting adalah periksa  secara teliti terlebih dahulu kebenaran informasi yang akan dibagikan (share) ke publik. Dan, jangan lupa, kedepankan sikap hati-hati bila ingin memposting hal-hal atau data yang bersifat pribadi. Juga pahami aturan hukum yang berlaku dan etika ber-media sosial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun