Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Apakah Warung Kopi Pangku Dapat Ditindak dengan Pasal Zina?

5 Februari 2018   22:01 Diperbarui: 6 Februari 2018   16:23 4610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karikatur karya WAHYU KOKKANG | wahyukokkang.blogspot.com

Dalam sebuah obrolan warung kopi, seorang rekan menyebut bahwa perluasan pasal zina yang kini dibahas di lembaga DPR RI dapat dipastikan hasilnya tidak akan maksimal. Pasalnya, para pelanggan warung kopi pangku tidak banyak dilibatkan dalam pembahasan.

Loh, kok beraninya orang ini. Namun, rekan saya itu merasa yakin. Alasannya, orang-orang yang terlibat dalam rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) tidak banyak melibatkan publik secara luas, termasuk di dalamnya pelaku "hidung belang" yang banyak terlibat dalam dunia "hitam". Yaitu, pelanggan warung kopi pangku.

Apa sih kopi pangku itu?

Ini pengalaman penulis beberapa tahun silam. Dalam perjalanan ke pedalaman Kalimantan Barat (Kalbar), baru satu jam perjalanan menuju Entikong (wilayah perbatasan RI-Malaysia), penulis singgah kawasan Sungai Pinyuh, Kabupaten Pontianak. Kaki belum keluar dari mobil, beberapa amoy sudah menanti di luar untuk menyambut.

Beruntung penulis tidak turun terburu-buru. Dari dalam mobil, penulis menyaksikan seorang baru turun dari mobil disambut dua amoy dan mendapat pelukan dan ciuman di pipi kiri dan kanan sebagai ungkapan selamat datang. Lelaki itu tampak malu karena di siang bolong dicium amoy dan disaksikan orang ramai.

Penulis heran dan tak merasa menyesal gagal beristirahat di kawasan itu. Parkir mundur. Tancap gas, tinggalkan tempat itu.

Beberapa hari ke depan, penulis mendapat kabar. Ada seorang rekan bercerai dengan isterinya lantaran minum kopi di Pinyuh. Pasalnya, rekan saya itu, tak sengaja singgah dan minum kopi di kawasan itu. Ia membawa anggota keluarga dan isterinya. Dan, menyaksikan adegan "aneh" itu. Isterinya cemburu dan marah besar menyaksikan adegan rada aneh. Kemudian isterinya menggugat cerai dengan tuduhan suaminya serong dan "bermain gila" dengan amoy di situ.

Kejadian "perang di rumah" karena ulah para amoy di situ sudah sering terdengar dari mulut ke mulut. Seorang pejabat sipil dan militer pun pernah mengalami hal serupa.

Cara menyambut tamu dengan gaya cium pipi di kawasan itu sempat ditertibkan aparat setempat. Tapi, sang pemilik warung, demi menarik pelanggan, tetap saja hal itu diam-diam berjalan setelah sang pengawas "dilumpuhkan" dengan sejumlah "upeti".

Itu baru warung kopi di Sungai Pinyuh, yang dalam kasat mata jelas-jelas, menurut ukuran orang beragama dianggap melanggar kesusilaan. Lalu, bagaimana dengan pelayanan di warung kopi pangku yang terkenal di Pontianak.

Ini paling sulit dikategorikan sebagai pasal zina. Sebab, yang datang ke lokasi warung kopi pangku bukan hanya orang biasa tetapi juga para petinggi. Setiap kali ada pejabat berdinas ke Pontianak, paling awal ditanyakan adalah para amoy dengan kopi pangkunya.

"Omong besar jika tamu ke Pontianak tidak menanyakan hal ini?" kata rekan saya bersemangat di sebuah warung kopi di kawasan Gajah Mada Pontianak.

Warung kopi di Pontianak bertebaran di berbagai tempat. Kebanyakan mengambil posisi di tepi jalan ramai dan pojok-pojok kota. Warung kopi adalah ruhnya Kota Pontianak. Sebab, hanya warung kopi lah yang memiliki daya pikat bagi warga setempat untuk mengetahui peta informasi terkini. Termasuk juga warung kopi pangku yang kebanyakan dikunjungi para hidung belang.

Rada mirip dengan pelayanan kopi pangku, adalah salon kecantikan plus. Bagi anggota dewan, tentu paham apa yang dimaksud kata "plus" pada salon kecantikan dimaksud. Salon jenis ini pernah bertebaran di berbagai kota di Tanah Air.

Jika dikaitkan dengan soal perzinaan, boleh jadi para amoy yang meladeni si hidung belang adalah orang yang paling muda bisa dipidana. Selain keberadaannya mudah dijangkau pihak aparat, juga para amoy sulit melepaskan diri dari jerat hukum. Pasalnya, kebanyakan mereka itu pendidikannya rendah dan juga buta hukum. Sementara para pelaku hidung belang dapat melenggang bebas, tidak tersentuh oleh aparat penegak hukum.

Seperti dimaklumi, DPR kini tengah membahas pasal tentang perzinaan. Dalam RKUHP diusulkan dua orang yang melakukan zina tanpa ikatan perkawinan bisa dipidana dan termasuk dalam delik aduan.

Rapatnya, Senin (5/2/2018) tim perumus RUU KUHP dengan pemerintah, diperoleh kesepakatan, pasal yang mengatur perbuatan zina diatur KUHP. Sedangkan pembahasan pasal tentang LGBT atau perbuatan cabul sesama jenis ditunda.

Jika difokuskan pada pembahasan pasal ini, zina dapat dimaknai sebagai persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang telah kawin dengan perempuan atau laki-laki yang bukan isteri atau suaminya. Supaya masuk pasal ini, maka persetubuhan itu harus dilakukan dengan suka sama suka, tidak boleh ada paksaan dari salah satu pihak.

Dalam R KUHP 2015, Tindak Pidana Zina diatur dalam Pasal 484 angka (1) sampai (4). Adapun bunyi pasal itu sendiri yaitu

Pasal 484. Dipidana karena zina, dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun:

  1. Laki-laki yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan yang bukan istrinya;
  2. Perempuan yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki-laki yang bukan suaminya;
  3. Laki-laki yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan, padahal diketahui bahwa perempuan tersebut berada dalam ikatan perkawinan;
  4. Perempuan yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki-laki, padahal diketahui bahwa laki-laki tersebut berada dalam ikatan perkawinan; atau
  5. Laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan.

Lantas, bagaimana seseorang yang mendatangi atau berkunjung ke warung kopi pangku? Hal ini juga harus diatur dalam KUHP. Maksudnya, jangan sampai seseorang yang tidak sengaja masuk ke warung kopi dan disambut amoy kemudian dapat dipidanakan. Sebab, hal ini juga sangat berpotensi menjadi ajang fitnah.

Sejumlah tempat yang sebutannya lain dari warung kopi pangku di negeri ini banyak. Di kawasan Puncak, Jawa Barat (yang ruas jalannya kini terputus akibat longsor), banyak pelaku hidung belang kumpul di suatu tempat. Mereka melakukan nikah mut'ah (kawin kontrak) yang hingga kini masih berlangsung dan dianggap sebagian warga sebagai perbuatan legal.

Catatan: sumber bacaan 1, 2, dan 3

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun