Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Siapa Takut Mengucapkan Selamat Natal?

20 Desember 2017   16:19 Diperbarui: 21 Desember 2017   05:08 3044
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Umat Islam boleh mengucapkan selamat Natal selama tidak mempengaruhi akidah. Demikian yang disampaikan oleh mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Dr. Muhammad Sirajuddin Syamsuddin atau lebih dikenal Din Syamsuddin yang juga menjabat Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerjasama Antaragama dan Peradaban. Menjelang Natal setiap tahunnya, kerap muncul perdebatan tentang boleh atau tidaknya seorang muslim mengucapkan kalimat tersebut kepada tetangga atau rekan yang beragama Nasrani. Din tengah berjabat tangan dengan Paus Fransiskus dalam Forum Katolik Muslim ketiga di Vatikan, 13 November 2014. Foto | Tempo, Istimewa

Dua perempuan paruh baya bertengkar di ruang kerja. Biasanya kedua wanita ini terlihat akrab. Saling melempar humor disusul tawa bersama. Tapi, sekali ini mereka bertengkar meski tidak saling baku hantam dan berjambak rambut.

Keduanya bicara dengan nada tinggi diselingi gerak tangan untuk menguatkan argumentasinya.

Apa penyebab dua sahabat ini bertengkar. Penulis pun mencari tahu. Setelah diusut, terungkap, -sebut saja Euis dan sahabatnya Nengsih- bertengkar disebabkan Euis mengajak rekannya Nengsih untuk menjumpai sahabatnya Partiwati yang beragama Nasrani. Maksud Euis mengunjungi sahabatnya selain untuk menguatkan silaturahim juga untuk mengucapkan selamat natal dan tahun baru.

Maklum, Natal dan Tahun Baru 2016 baru saja datang. Sudah lama tak jumpa dan Euis merasa kangen dengan Partiwati yang sering makan bersama di kantin.

Euis mengaku merasa tersinggung ketika ajakannya untuk ditemani Nengsih menjumpai Partiwi sebagai perbuatan haram. Euis yang pernah mendapat pendidikan di salah satu pondok pesantren dari kawasan Garut, Jawa Barat, itu terlihat "berang". Baru sekali ini ia memperlihatkan rasa kecewanya itu kepada sahabatnya Nengsih.

Padahal, dua perempuan ini sudah menjalin persahabatan demikian lama.

"Kok, bisa begitu?" tanyaku.

"Jika tak mau menemani ya sudah. Tidak apa-apa. Tapi, tidak perlu menyebut haram," kata Euis kepada penulis.

Nengsih beralasan, ia menolak diajak sabahabatnya itu dan menyebut mengunjungi atau mengucapkan selamat natal kepada umat nasrani adalah sebagai perbuatan haram. Dalilnya, agamamu ya agamamu. Agamaku ya agamaku. Itu yang ditanamkan orang tua kepada dirinya sejak kecil. Itu menyangkut keimanan.

Hanya disebabkan adanya keinginan mengucapkan selamat natal, persahabatan dua perempuan yang sudah berumah tangga dan sama-sama bekerja di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag) itu, berakhir dengan perpisahan.

"Good bye deh luh," kata Euis dengan wajah merah dan marah.

***

Berkaitan dengan ucapan Natal itu, penulis teringat persahabaan Ketua Takmir Masjid Al Hikmah, Natsir Abu Bakar dan Pendeta Nunung Istining Hyang yang mengabdikan diri di GKJ Joyodiningratan. Masjid Al Hikmah dan Gereja Joyodiningratan di lingkungan warga Solo, Jawa Tengah, dikenal sebagai dua rumah ibadah satu tembok. Disebut demikian karena dinding rumah ibadah itu menyatu.

Bangunan di Jalan Gatot Subroto Nomor 222 itu adalah Gereja Kristen Jawa (GKJ) Joyodiningratan dan Masjid Al-Hikmah. Tak ada sekat tembok yang kokoh. Satu-satunya penanda atau pemisah bangunan tersebut hanyalah sebuah tugu lilin tua, yang merupakan simbol perdamaian kerukunan umat beragama.

Beberapa tahun lalu penulis mengunjungi Pendeta Nunung dan Natsir Abu Bakar. Ketika diwawancarai, mereka mengaku selalu berkomunikasi. Terutama menjelang persiapan menghadapi hari besar keagamaan: Hari Raya Natal dan Idul Fitri dan Idul Adha.

Saat Idul Adha, hewan kurban pun ditempatkan di muka halaman gereja. Meski ada bau tak sedap, umat Kristiani menerima kenyataan itu sebagai bagian dari kesalehan sosial. Sesudah penyelenggaraannya selesai, mereka bersama-sama membersihkannya. Kedua pemimpin umat selalu berkomunikasi.

Demikian pula saat ritual pelaksanaan kebaktian Natal, pengurus masjid datang dan menjumpai pengurus gereja untuk menyampaikan ucapan selamat.

Harus dipahami, pengurus masjid tidak hadir pada saat pelaksanaan kebaktian. Mereka menunggu di luar acara kebaktian hingga berakhir. Barulah setelah pelaksanaan ritualnya itu usai, pengurus Masjid Al Hikmah menemui sahabatanya pengurus Gereja GKJ Joyodiningratan.

Dengan demikian, hidup harmoni selalu terjaga. Itu terwujud karena apa pun yang dilakukan harus dilakukan dengan tulus. Natsir, yang juga sehari-hari adalah sebagai pedagang berlian itu, sering mendapat pujian dari berbagai pihak. Tapi bukan lantas ia lupa diri, justru harus lebih berhati-hati menjaga sikap agar tak dimanfaatkan orang lain.

***

Masih kuat dalam ingatan penulis kala meliput acara perayaan Natal dan Tahun baru yang digelar Departemen PU -- kini Kementerian PUPR -- di Gedung Balai Sarbini, Jakarta. Ketika itu Menteri PU Radinal Mochtar datang dan menyampaikan sambutan.

Sayangnya, kehadiran menteri saat itu diartikan ikut dalam ritual kebaktian Natal. Di media massa tertulis, menteri ikut Natal dan memberi sambutan. Padahal, jika dilihat realitasnya tidak demikian.

Menteri hadir dan memberi sambuan ketika seluruh rangkaian ritual Natal berakhir. Dengan demikian, dari sisi akidah, tidak terjadi pencampuradukan keimanan. Radinal Mochtar hadir dalam kapasitasnya sebagai menteri yang memang harus memberi sambutan.

***

Prihal menyampaikan ucapan selamat Natal, dari tahun ke tahun, kerap mengemuka. Ada yang mengambil sikap setuju dan menolak. Ada sebagian umat Muslim yang merasa tidak masalah mengucapkan selamat Natal, tetapi ada pula yang merasa hal itu diharamkan.

Ribet deh... soal ginian.

Tapi, itulah realiasnya. Manusia adalah khalifah di atas bumi dan harus hidup bertoleransi guna menjaga keharmonisan.

Dulu, ketika Suryadharma Ali masih menjabat menteri agama, ia dengan tegas menyebut bagi seorang umat Islam menyampaikan ucapan selamat kepada kalangan umat Nasrani yang merayakan Natal tak menjadi persoalan dan itu merupakan hal biasa.

Mengapa demikian? Sebab, hal itu disampaikan di luar kontek ritual. Bukan ketika disampaikan dalam suasana ritual Natal. Demikian pula saat Buddha dan Khong Hu Cu. Tak ada persoalan di situ. Semua itu menggambarkan semangat toleransi dan Indonesia yang terikat dalam kebhinekaan.

Hingga kini Majelis Ulama Indonesia (MUI)belum pernah menyatakan atau mengeluarkan fatwa mengharamkan ucapan selamat Natal. Juga tidak pernah melarang umat Muslim mengucapkan selamat Natal pada umat Kristiani.

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (2015-2020), Prof. Dr. K.H. Said Aqil Siradj, terkait "ramainya" pembahasan mengucapkan Natal itu, angkat bicara. Di berbagai laman, ia menjelaskan panjang lebar. Karena itu, sesuai ketentuan di Kompasiana, saya membatasi kutipan itu namun diharapkan dapat memberi pencerahan bagi umat Muslim.

"Apakah mengucapkan "Selamat Natal", artinya kita menyatukan agama Islam dan Kristiani? Ucapan selamat tak lebih dari adab santun tidak ada bedanya dengan ucapan "Selamat Ulang Tahun", atau "Selamat Menempuh Hidup Baru" bagi pasangan baru menikah, atau saat mendengar istri kawan baru hamil," tegas Ketua Umum PBNU ini.

Menurut kiai asal Kempek, Cirebon ini, ucapan Selamat Natal tidak ada kaitannya dengan akidah. "Masalahnya di mana? Tidak ada urusannya dengan akidah, hanya adab berbagi bahagia, tidak kurang tidak lebih, karena kita manusia, bukan binatang."

Jadi, untuk menjaga suasana kerukunan, penulis berpendapat baiknya umat Kristiani dapat "legowo", bersedia menerima kenyataan adanya perbedaan di tengah umat Muslim dalam menanggapi pro-kontra prihal itu.

Realitas di masyarakat, banyak umat Muslim menyampaikan ucapan Selamat Natal. Mereka setuju dengan pendapat Kiai Said Aqil Siradj. Ini tentu bukan sikap mengekor, ikut-ikutan. Tetapi lebih didasari karena beliau adalah ulama. Pendapatnya didasari landasan hukum Islam dan berpegang pada pendapat para ulama terdahulu dan berkompeten di bidangnya.

Hanya mengucapkan Selamat Natal. Siapa takut?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun