Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Kisah AM Fatwa yang Tengah Merindukan Putrinya

14 Desember 2017   15:23 Diperbarui: 14 Desember 2017   17:39 3138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
AM Fatwa. Foto | Kompas,com

Masih kuat rasanya bayangan wajah AM Fatwa melekat dalam benak. Mendengar kabar beliau wafat, air mata mengalir, sedih dan lalu ingatan ke masa lalu saat bersama menunaikan ibadah haji pada 2007 silam.

Ketika itu AM Fatwa menunaikan ibadah haji atas undangan raja Arab Saudi.

Anggota DPD AM Fatwa itu wafat pada pukul 06.25 pagi, Kamis (14/12) di Rumah Sakit MMC Jakarta. Jenazahnya dishalatkan di rumah duka Jalan Condet Pejaten nomor 11, kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata setelah waktu Dhuhur.

AM Fatwa lahir di Bone, Sulawesi Selatan, 12 Februari 1939 dan pernah menjabat sebagai anggota DPD RI (2014-2019). Ia pernah menjabat sebagai dosen Agama Islam Universitas Prof.Dr. Mustopo (Beragama), Jakarta (1964 - 1965), Kepala Sub Direktorat Pembinaan Masyarakat Direktorat Politik Pemda DKI Jakarta Staf Khusus Agama dan Politik Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin (1970 - 1977), Staf Khusus Menteri Agama Tarmizi Taher, 1996 - 1998 dan Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Reformasi- DPR dari PAN (2004 - 2009).

Di lingkungan Kementerian Agama, AM Fatwa sangat dekat dengan para staf Humas. Maklum, saat itu ia banyak melibatkan personilnya untuk kegiatan tulis menulis dan menerbitkan buku. Ia memang dekat dengan Tarmizi Taher dan Bang Ali Sadikin.

Catatan penulis, ia menunaikan ibadah haji atas undangan Rabitah al Islami dan tiba di Jeddah, Kamis (14/12/2017). Dan, kini masih terbanyang wajah beliau yang duduk di sisi kiri penulis dalam mobil.

Sementara ajudannya duduk di kursi kiri sang sopir. Seingat penulis, AM Fatwa saat itu mengenakan kopiah putih dengan baju koko. Demikian pula ajudannya yang saya tak kenal namanya.

Ia nampak lelah. Mungkin karena demikian banyak pekerjaan yang ditangani meski saat itu tengah menunaikan ibadah haji. Perkenalan penulis dengan AM Fatwa di Mekkah berawal dari kedatangannya ke kantor misi haji Indonesia, yang disebut Daerah Kerja (Daker) Mekkah.

Penulis saat itu tengah bertugas sebagai jurnalis dan melaporkan berbagai kegiatan penitia penyelenggara ibadah haji, termasuk aktivitas seluruh anggota jemaah.

Fatwa mendatangi Kepala Daker Mekkah, Wardhani Muchsin. Ia minta dukungan kepadanya agar dapat diantar ke Mina. Karena saat itu di Daker ada Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni (almarhum) selaku Amirul Haj, maka Fatwa menyempatkan diri menemuinya.

Lantas ia membicarakan berbagai persoalan penyelenggaraan ibadah haji, termasuk persoalan katering yang ketika itu menjadi isu hangat di Tanah Air. Mengingat lagi sebagian jemaah haji tahun lalu (2006) tak kebagian nasi kotak dan peristiwa itu membawa dampak psikologis bagi keluarga jemaah haji.

"Saya orang yang termasuk menentang soal katering dengan cara prasmanan. Itu dulu. Tapi, sekarang tidak," katanya kepada penulis.

Lalu ia dipinjami mobil agar pergerakannya lebih leluasa. Ia memang memisahkan diri dari rombongan, bermaksud menjumpai putrinya, Dian Islamiaty di salah satu hotel di kota Mekkah. Saat itu, ia mengaku rindu dengan putrinya itu karena mantan reporter salah satu TV di Jakarta sudah lama tak jumpa. Dian memang lama berada di Australia. 

Sayangnya, di luar dugaan, semua ruas jalan di kota Mekkah macet. Pengawasan oleh otoritas setempat diperketat. Askar atau petugas keamanan bertebaran di berbagai tempat. Maklum, saat itu, penyelenggaraan ibadah haji tengah memasuki puncaknya.

AM Fatwa bersama sekretarisnya menginap di salah satu hotel dekat Masjidil Haram. Di hotel itu, ternyata penuh dengan jemaah. Namun pencarian putrinya belum juga membuahkan hasil.

Ia bercerita, di hotel itu, masih saja kesulitan mencari putrinya. Sebab, petugas hotel tak mencatat siapa dan di kamar mana setiap orang menginap. Petugas hotel hanya tahu berapa banyak orang menginap di setiap kamar. Karena petugas hotel tahu dan kenal bahwa AM Fatwa pernah diundang pemerintah setempat, Raja Abdullah pada musim haji tahun lalu, maka ia pun diupayakan mendapat tempat untuk istirahat.

Petugas hotel sebelumnya meminta maaf karena tak dapat memberikan pelayanan optimal. Fatwa mengaku ditempatkan bersama beberapa orang Malaysia satu kamar. Di situ ia mengaku tak dapat tidur. Malah keluar dan duduk di lobi hotel seorang diri.

Sementara sekretarisnya pergi ke Masjidil Haram, bertawaf dan alhamdulllah dapat mencium Hajar Aswad. Fatwa mengaku tak bisa tidur dengan orang Malaysia meski sama-sama rumpun Melayu. Sebab, ia masih ingat hubungan "panas-dingin" dengan negara jiran itu.

Maklum, ketika itu, Malaysia belum minta maaf atas klaim lagu-lagu asli dari Indonesia.

"Saya, ya jadi susah juga," ungkapnya.

Barulah pada pagi hari ia dapat berjumpa dengan puterinya dalam keadaan ngantuk dan lelah karena semalaman tak bisa tidur. Pria asal Bone nampak kusut. Topi putih yang dikenakannya juga terlihat kusam. Switer yang dikenakan untuk menghalau rasa dingin di malam hari sudah tak diperlukan lagi.

"Panas!" seru Fatwa sambil melepas sweeter dari badannya.

Ia kemudian meninggalkan hotel. Tujuannya, ke Mina, tempat penginapan yang disediakan pemerintah Kerajaan Arab Saudi.

AM Fatwa sempat mengunjungi ruang kerja Pos Khusus Mekkah. Ia disambut Ketua Pos Khusus, H. Alisin N Tatroman dan mendengarkan keluhan jemaah Indonesia. Usai sholat Jumat, ia minta bantuan seorang dokter untuk diperiksakan tekanan darahnya. Dr. Muslimin dari TNI AU melayani dan ternyata tekanan darah AM Fatwa naik, 150 di atas normal.

Fatwa mengaku, tekanan darah tertinggi 160. Ia pun kemudian minta obat.

Agar dapat bergabung dengan rekan satu rombongan, ia pun mengontak beberapa temannya yang baru pulang shalat di Masjidil Haram. Ternyata berhasil. Ia membuat perjanjian. Rekan-rekannya menunggu di pintu satu Masjidil Haram, di salah satu hotel terdekat.

Sambil berdesak-desakan, Fatwa dengan dikawal beberapa petugas, akhirnya berjumpa juga dengan rombongannya. AM Fatwa masuk ke Mina dengan sebuah bus yang disediakan pemerintah setempat.

Kini ia telah meninggalkan kita. Sepak terjangnya sudah banyak diketahui. Ia memang memiliki keteguhan dalam bersikap, konsisten dan tetap mengetengahkan dialog dalam menerima perbedaan. AM Fatwa adalah sosok pembela dan menjunjung tinggi demokrasi. Saat reformasi bergulir di negeri ini, ia tetap berjuang di parlemen.   

AM Fatwa bukan hanya tokoh umat, tapi tokoh bangsa. Namun juga beliau sangat ramah dengan siapa pun dan mencintai anggota keluarganya. Itu tergambar dari perjuangannya mencari putrinya, Dian Islamiaty, di tengah jutaan orang yang tengah menunaikan ibadah haji.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun