Jejak Pahlawan Etnis Tionghoa dan Sketsa Perjuangan Bangsa
Generasi 'millenial' atau yang saat ini populer disebut sebagai generasi 'now', harus memperlihatkan prestasi lebih bagus dibanding pemuda zaman "old" pada masa perjuangan kemerdekaan.
Sebab, generasi millenial saat ini mendapatkan banyak kemudahan dari kemajuan teknologi. Karena itu, bagi generasi terkini tidak boleh melupakan sejarah. Jangan lupakan jasmerah, demikian kata Proklamator RI Soekarno. Para pahlawan kusumabangsa harus dipandang sebagai inspirasi dan penyemangat dalam mengisi kemerdekaan.
Indonesia merdeka dan menjadi negara kesatuan hingga kini tidak datang seperti jatuh dari langit. Tetapi diperoleh melalui perjuangan yang melibatkan berbagai etnis, tokoh agama, tokoh masyarakat dari ujung wilayah timur hingga barat Indonesia.
Penulis mendapatkan catatan perjuangan etnis Tionghoa yang memberi kontribusinya dalam mengusir pasukan kolonial Belanda. Antara lain, pahlawan nasional TNI AL John Lie yang meninggal pada 27 Agustus 1988 dengan pangkat terakhir Laksamana Muda (Mayor Jendral) sejak 1966, dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Atas segala jasa dan pengabdiannya, beliau dianugerahi Bintang Mahaputera Utama oleh Presiden Soeharto pada 10 Nopember 1995, Bintang Mahaputera Adipradana dan gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 9 November 2009.
Jenderal Besar TNI AH. Nasution pada 1988 berkata prestasi Laksamana Muda John Lie"tiada taranya di Angkatan Laut" karena dia adalah panglima armada (TNI AL) pada puncak krisis eksistensi Republik dalam berbagai operasi menumpas kelompok separatis Republik Maluku Selatan, Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia, dan Perjuangan Rakyat Semesta.
Dengan keberaniannya menembus blokade laut tentara Belanda pada masa revolusi era 1945, Mayor John Lie sukses lima belas kali melaksanakan tugas menyelundupkan berbagai komoditas ekspor ke Singapura untuk kepentingan pembiayaan Republik.
Uang yang didapat dibelikan senjata, tapi lebih serang secara barter. Persenjataan tersebut kemudian diselundupkan kembali masuk ke wilayah RI melalui Riau, diserahkan kepada bupati Usman Effendi untuk diedarkan lebih lanjut.
Pada awal 1950 ketika di Bangkok, beliau dipanggil pulang ke Surabaya oleh KASAL Laksamana TNI R. Soebijakto dan ditugaskan menjadi komandan kapal perang Rajawali, kemudian aktif menumpas pemberontakan RMS (Republik Maluku Selatan) di Maluku dan PRRI/Permesta.