Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Di Kompasiana, Keangkuhan Intelektual Kabur

28 Oktober 2017   21:21 Diperbarui: 2 November 2017   09:58 968
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

***

Mengapa tertantang mengiritik melalui Kompasiana?

Ada perbedaan menyolok cara penyampaian melalui Kompasiana dan media tempat saya bekerja. Media Mainstream seperti suratkabar (Kompas), Media Indonesia, Tempo atau pun kantor berita (Antara) misalnya, jurnalis terikat dengan kode etik dan buku panduan (style book) dalam bekerja sehari-hari.

Jurnalis memang terikat dengan kode etik karena setiap berita punya konsekuensi pertanggungjawaban ke publik dan hukum. Hal ini tentu menyangkut hak jawab dan tanggung jawab renteng di awak redaksi perusahaan media bersangkutan.

Apa lagi jika petinggi mengingatkan, "awas", jangan angkat isu itu atau ini dari pemilik modal perusahaan media. Boleh diangkat isunya, tapi harus berimbang. Jadi, setiap berita atau artikel harus jelas sumber, siapa dan apa yang disampaikan. Panjang jalan ceritanya bila hal ini dipaparkan di sini tentunya.

Nah, bagaimana dengan Kompasiana?

Ini yang menarik bagi saya. Kita tak dibatasi rambu-rambu penulisan terlalu ketat. Asal tidak menyangkut unsur SARA, memojokan seseorang. Jika sudah melanggar, admin Kompasiana akan menghapus karena bertentangan dengan syarat dan ketentuan yang menjadi acuan sebagai kode etiknya.

Karena itu, pada awal-awal menulis di Kompasiana, tulisan saya banyak dihapus. Alasan yang disampaikan, disebut, kutipan (narasumber) tak boleh dari sekian persen. Saya punya kebiasaan menulis artikel dan berita menyebut sumber dengan tanda kutipan langsung. Itulah sebabnya tulisan lantas dihapus setelah muncul beberapa saat di layar monitor komputer.

Saya pun mendapati tulisan rekan lainnya mengandung SARA di Kompasiana, hanya dalam hitungan beberapa menit sudah cepat dihapus. Meski, saat itu, saya pun sempat memberi komentar bahwa tulisannya tak laik.

Setelah mencermati beberapa penulis di Kompasiana, memang awalnya saya rada takut. Soalnya, ingatan saya tertuju kepada Kong Sobari -- mantan PU Kantor Berita Berita Antara -- yang rajin menulis di Kompasiana. Beberapa pesohor dan pakar juga aktif menulis di rubrik itu.  

Kini wadah para bloger berhimpun menulis sudah memasuki usianya yang kesembilan tahun, "9thKompasiana". Suatu prestasi yang membaggakan. Sayangnya, saya saat ini masih jadi kecebong, masih bau kencur. Tapi, setelah belajar dari tulisan di laman Kompasiana itu saya berani menulis dan mengeritik. Enaknya, menulis di Kompasiana tak dibatasi berapa kata, boleh panjang lebar dan boleh bercuap-cuap dengan bahasa gaul bebas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun