Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ustaz "Millennial" Mengajar Santri dengan Gawai

25 Oktober 2017   14:03 Diperbarui: 25 Oktober 2017   18:37 1302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana pengajian. Foto | Dokumen Pribadi.

Boleh jadi santri millennial tidur selalu ditemani telepon genggam (HP), sering berkomunikasi dengan WA atau telegram dengan dukungan jaringan internet. Bisa jadi pula santri zaman sekarang Alquran pemberian orang tuanya lebih banyak tersimpan di rak buku, tetap terjaga dan terlihat masih baru.

Logis. Dengan melihat pandangan sekelebat, banyak di antara santri millennial akrab dengan gadget atau gawai. Kemudian muncul stigma bahwa santri pun sekarang malas membaca Alquran.

Loh, kok bisa begitu?

Aa Gym, sapaan akrab Kiai Abdullah Gymnastiar, pernah menyebut bahwa para pengguna internet agar menghindari diri dari ketergantungan terhadap gadget. Peringatan itu tentu saja tidak diarahkan kepada satu golongan, semisal mahasiswa atau pun para ibu di lingkungan majelis ta'lim.

Tapi, peringatan untuk semua orang yang merasa tergantung hidupnya dengan gawai. Sebab, melulu tergentung kepada gawai pada berbagai kegiatan dapat menimbulkan keburukan bagi diri sendiri dan berujung pada pengabaian kewajiban.

Sungguh tepat peringatan itu, mengenai sasaran. Penggunaan gawai memang bagai pisau bermata dua. Hati-hatilah. Mungkin itu yang dimaksud kiai kondang ini.

Tapi, ingat. Hal itu tidak terjadi di semua kalangan.

Sosok orang yang ketergantungan dengan gadget digambarkan seperti ini. Foto | dream.co.id |
Sosok orang yang ketergantungan dengan gadget digambarkan seperti ini. Foto | dream.co.id |
Suasana pengajian. Foto | Dokumen Pribadi.
Suasana pengajian. Foto | Dokumen Pribadi.
***

Ini bukan pembelaan. Mumpung masih dalam momentum hari santri, saya ingin memperlihatkan bagaimana memperlakukan penggunaan HP dengan berbagai fiturnya secara bijaksana. Ada seorang ustaz memberi pelajaran Alquran kepada para santrinya ke berbagai tempat tanpa membawa Kitab Suci itu.

Wah! Apa lagi ini? Sebelumnya ada santri kala mengaji tidak membawa Alquran. Kini ustaznya pun sama?

Bisa jadi sindiran Aa Gym ada di antaranya membuat nitizen merasa malu. Tapi tidak dengan kelompok pengajian As-Salam Fakultas Hukum Universitas Trisakti Angkatan 20.

Meski para pesertanya sudah berusia lanjut dan berasal dari berbagai profesi: mulai pengacara, pengusaha, dosen hingga pejabat dari berbagai instansi, mereka lebih akrab memanfaatkan ponsel ketika mengikuti pengajian.

Para anak muda yang saat ini berusia antara 15-35 tahun digolongkan generasi millinial. Namun untuk para peserta pengajian, yang mulai tua itu, jangan dikira buta Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Terutama ketika pengajian berlangsung.

Santri FH'20 Usakti. Foto | Dokumen Pribadi.
Santri FH'20 Usakti. Foto | Dokumen Pribadi.
Santriwati FH'20 Usakti. Foto | Dokumen Pribadi.
Santriwati FH'20 Usakti. Foto | Dokumen Pribadi.
***

Mari kita buka dengan basmalah.... dilanjutkan doa dan pembacaan surat Al Fatiha agar teman-teman yang mengalami kesulitan, musibah berupa sakit dan sebagainya dimudahkan Allah.

Demikian kalimat pembukaan yang sering diucapkan Ustaz Ahmad Najmuddin Sidiq pada pengajian As-Salam FH 20 Usakti. Pengajian yang dipimpin Syeh Salim ini diselenggarakan berpindah tempat dan selalu di lokasi kediaman para santrinya.

Yang menarik dari cara pengajian ini, para santrinya tidak hanya mendengarkan ceramah dari sang ustaz, tetapi ikut aktif membaca Alquran dan kandungan yang ada di dalamnya.

Pengajian model interaktif ini tentu saja membuat para santri terhindar dari rasa ngantuk, meski makanannya enak-enak dan membuat perut kenyang. Suasana pengajian berjalan santai, tetapi setiap kalimat yang disampaikan ustaz Najmuddin Sidiq mendorong rasa ingin tahu. Tanpa sadar, pengajian yang berlangsung sejak Zuhur sampai ba'da Ashar belum usai.

Ketika dilakukan pembahasan soal hijrah, misalnya, ustaz minta buka surat 2 Al Baqarah ayat 218. Para santri, dengan tergopoh-gopoh membuka Alquran. Tidak demikian dengan santri yang menggunakan ponsel, cukup membuka aplikasi Alquran. Cari surat berapa dan ayatnya, dengan seketika dijumpai.

Perpindahan pembahasan dari satu surat ke surat lain demikian cepat. Sebab, ustaz Najmuddin ternyata menggunakan gawai. Sedangkan santri yang sudah mulai melek IT dengan mudah menyesuaikan. 

Tidak demikian dengan santri yang masih menggunakan kitab Alquran. Ketika tiba giliran untuk membaca kerap kali menjumpai kesalahan. Harus mencari-cari dan membulak-balik halaman.

Karena pembahasan demikian menarik, sebagian anggota pengajian secara bertahap menggunakan gawai. Semakin cepat mengetahui kandungan Alquran, mereka berharap dapat memperoleh pemahaman 'komprehensif'.

Sejak kapan ustaz Najmuddin dalam mengajar menggunakan ponsel, ia tak mau menyebutkannya. Namun ia merasa bersyukur para santri sekarang sudah dapat menyesuaikan diri dengan kemajuan teknologi.

Di ponsel kini sudah banyak aplikasi Alquran dimanfaatkan. Quran digital pun sudah beredar. Kemajuan teknologi bukan harus dihindari, tapi harus dimanfaatkan. Sejauh gawai dapat memberi manfaat, maka perlu dioptimalkan.

Peningkatan kemahiran dan pemahaman akan kandungan Alquran dengan dukungan teknologi adalah sebuah keniscayaan. Baik dan buruk dari kemajuan IT itu harus disikapi dengan bijak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun