Lagi-lagi mengapa harus bunga?
Setahun terakhir di Jakarta, bisnis karangan bunga meningkat tajam. Sayang, tidak ada gambaran statistiknya. Tapi, secara fisik dapat dilihat animo warga mengungkapkan perasaan dengan bunga meningkat.
Saat Pilkada lalu, pasangan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Djarot Saiful Hidayat, kalah dari pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno. Apa yang terjadi, warga banyak memesan karangan bunga papan untuk pasangan Ahok. Melimpah pesanannya dan pedagang mengaku gembira.
Balaikota dan Lapangan Monas dipenuhi karangan bunga dengan aneka ragam ucapan.
Kini, hal serupa terjadi lagi. Namun tak sedahsyat tempo lalu. Ucapan bagi pasangan yang lengser - pasangan Ahok-Djarot - tetap mengalir dengan kata-katanya dibingkai bunga.
Juga tidak diketahui Habil dan Qabil - dua putera Nabi Adam - ketika menyerahkan kurban, apakah juga menyertakan bunga? Tidak ada cerita itu dalam Alquran.
Di permukaan bumi, sudah menjadi Sunnatullah, Tuhan sudah menganugrahkan manusia dengan bunga berbagai warna, corak dan bentuk yang beragam. Kesemuanya menampilkan keindahan dan siapa pun akan menyukainya. Hanya, maaf, bagi orang kurang waras sajalah tidak peduli akan keindahan bunga.
Bagi kita, bunga (Anggrek, Camelia, Gardenia, Candytuft, Celosia, Clover, Coreopsis, Cosmos, Dahlia, Ros, Daisi, Matahari dan berbagai jenis lainnya) yang berhamparan di Bumi Nusantara ini dapat dimaknai sebagai wujud dari Bhinneka Tunggal Ika.
Jelang pelantikan Anies dan Sandiaga, yang dijadwalkan Senin (16/10/2017), karangan bunga berhamparan di Balaikota dan Lapangan Banteng. Beragam ucapan selamat, dituliskan oleh si pengirimnya. Termasuk ucapan selamat jalan bagi gubernur yang sudah mantan pun - Joko Widodo, Â Ahok dan Djarot - masih dikirimi bunga.