Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sayogianya KPK Petik Pengalaman Maftuh Hadapi Hak Angket Haji

24 September 2017   07:31 Diperbarui: 24 September 2017   18:51 1093
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Almarhum Muhammad Maftuh Basyuni. Foto | Dokumentasi keluarga

Meski keras, mantan Menteri Agama (Menag) Muhammad Maftuh Basyuni selalu berpikiran positif menghadapi 'lawan-lawan'yang dianggap berseberangan dengan kebijakannya, termasuk menghadapi penggunaan hak angket yang diajukan para anggota DPR.

Maftuh adalah satu-satunya menteri dalam Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid satu yang tergolong keras menghadapi  pelaku tangan kotor, setidaknya di lingkungan kerjanya Departemen Agama (kini, Kementerian Agama) saat itu. Ia hadir di institusi dengan warisan pada tingkat kepercayaan publik rendah setelah ditinggalkan menteri sebelumnya yang terlibat kasus hukum.

Dalam membenahi departemen yang dianggapnya sebagai penjaga moral itu, ia harus menghadapi anggota dewan yang mengambil sikap berseberangan. Lahirnya hak angket haji pada sidang paripurna, Selasa (17/2/2008), tidak lepas dari "pertarungan" bagi Maftuh dengan anggota dewan di satu sisi dan sisi lainnya sebagai bagian perjuangan untuk memperbaiki penyelenggaraan ibadah haji.

Sementara tiga fraksi, yakni Fraksi Partai Damai Sejahtera (F-PDS), Fraksi Partai Demokrat (F-PD), dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP) meminta hak angket DPR untuk dievalusi lebih lanjut.

Bagi Maftuh Basyuni, komitmen untuk membersihkan atau melakukan tindakan terhadap aparatur yang menyalahgunakan jabatan, apalagi sampai menyelewengkan uang jemaah haji harus terus diperangi.

Ia menilai bahwa jika anggota dewan mengajukan hak angket haji, hal itu harus dihormati. Hal itu merupakan wewenang lembaga itu sesuai dengan undang-undang. "Kita menghormati DPR, karena itu sesuai undang-undang," ia menegaskan.

Bagi Kementerian Agama, ada atau tidak ada angket, komitmen untuk meningkatkan pelayanan bagi jemaah haji tetap berjalan. Ada maupun tidak ada angket, pemerintah wajib melaporkan penyelenggaraan haji kepada DPR. Jadi, harus dipandang wajar-wajar saja.

"DPR berhak mengkritisi, dan hak dewan untuk menerima atau menolak laporan," ucapnya.

Ucapan Maftuh saat itu boleh jadi untuk saat ini dapat dinilai normatif, sudah sesuai dengan kaidah dan norma. Tetapi realitasnya, jauh sebelum itu, ia sudah memperlihatkan keberaniannya menunjuk hidung anggota dewan di dalam persidangan anggota dewan.

Catatan Wikipedia, pada 19 Mei 2006, Aziddin mengatasnamakan FPD DPR mengirimkan surat kepada Konsul Haji di Jeddah, Muhammad Nur Samad Kamba untuk menawarkan pemondokan jamaah haji di Makkah dan Madinah. Kasus ini menjadi ramai setelah Menteri Agama, Maftuh Basyuni mengungkapkan adanya anggota DPR yang menjadi calo pada saat Rapat Kerja dengan Komisi VIII DPR pada tanggal 5 Juni 2006.

***

Kini Maftuh telah tiada. Ia wafat pada Selasa (20/9/2016) di Rumah Sakit Angkatan Darat Gatot Subroto, Jakarta. Saat itu ia masih sebagai Ketua Badan Wakaf Indonesia. Dan, selagi bertugas sebagai menteri agama, mulai dari Oktober 2004-Oktober 2009, dalam kurun waktu lima tahun, banyak pemikiran, kebijakan dan prestasi kinerjanya yang patut diapresiasi.

Pria kelahiran Rembang 4 Nopember 1939 ini karirnya melejit secara alamiah sepanjang kepemimpinan lima presiden yang berbeda. Mulai dari Presiden Republik Indonesia ke-2, HM Soeharto sampai dengan masa kepemimpinan Presiden Republik Indonesia ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono, Maftuh terus mendapat kepercayaan tanpa ikut jatuh bangun seiring pergantian pemerintahan.

Pada tahun-tahun terakhir masa kepemimpinan Presiden Soeharto, Maftuh dipercaya sebagai pejabat istana, mulai dari Kepala Biro Protokol Kepresidenan hingga Kepala Rumah Tangga Kepresidenan. Pada zaman Presiden BJ Habibie, Dia dipercaya menjadi Duta Besar RI di Kuwait. Pada masa kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ia dipanggil pulang ke Tanah Air dan diangkat menjadi Menteri Sekretaris Negara.

Pada saat Presiden Megawati menggantikan Gus Dur, pamor Maftuh tidak pudar, ia diangkat menjadi Duta Besar di Arab Saudi dan pada masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Maftuh ditarik pulang lagi ke Tanah Air dan diangkat menjadi Menteri Agama RI yang ke-20.

Undangan peringatan wafatnya Almarhum Muhammad Maftuh Basyuni. Foto | Dokumentasi keluarga.
Undangan peringatan wafatnya Almarhum Muhammad Maftuh Basyuni. Foto | Dokumentasi keluarga.
Kepada penulis ia pernah menyatakan, kebijakannya tidak terlepas dari 'buah' kebijakan yang telah dirintis oleh Menag sebelumnya. Ada kebijakan lama yang disempurnakan, tetapi ada pula terobosan kebijakan baru yang dilakukan sesuai kontrak kinerja yang telah ditandatangani ketika diangkat sebagai Menag oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Sudah sekian lama image tak sedap selalu lekat dengan Kemenag. Di mata masyarakat luas seolah kementerian ini identik dengan berbagai predikat negatif, yang justru bertolak belakang dengan nama yang disandang. Dalam kalimat yang lugas, mantan Presiden Abdurrahman Wahid pernah menyebut Kemenag sebagai "pasar".

***

Peringatan wafatnya Muhammad Maftuh Basyuni akan digelar pada Minggu (24/9/2017) pagi ini, di kediamannya Jalan Setu Cipayung, No. 17 Cilangkap, Jakarta Timur. Undangan sudah disebar ke para sahabat dan anggota keluarga yang diharapkan hadir tepat waktu, diisi dengan tahlil, pembacayaan surat Yasin dan doa.

Apa yang bisa dipetik dari perjalanan seorang Maftuh. Tidak lain adalah keberaniannya: tegas dan terbuka.  Almarhum kepada penulis memang kerap kali mengaku nama Maftuh yang diberikan orangtuanya adalah punya makna terbuka, transparan.

Kini dalam suasana gunjang-ganjing hak angket DPR terhadap lembaga antirasuah, KPK sayogianya dapat memetik pengalaman Maftuh dalam menghadapi hak angket haji. Yaitu, berani, tegas dan transparan.

Serangannya demikian dahsyat, tetapi harus punya keyakinan bahwa yang hak harus dikatakan dengan sebenarnya. Lantas ia menyebut kata-kata yang sulit dilupakan penulis. Katanya, Wa qul ja'al haqqu wa zahaq al batilu, innal batila kana zahuqa. Maknanya, yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap. Harus ada keyakinan bahwa yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.

Keyakinan itu ia buktikan ketika memperbaiki penyelenggaraan ibadah haji, terkait kasus Ana Catering yang kemudian menjadi isu haji 'terheboh' lantaran disebut ada anggota Jemaah haji kelaparan. Orang ikut ibadah haji, kok kelaparan. Aneh.

Kasus itu dibawa ke badan peradilan negara setempat. Maftuh melakukan gugatan. Kebijakan Maftuh itu membuahkan hasil. Akhirnya, pada 2015 lalu, Pemerintah Indonesia dinyatakan memenangkan gugatan di pengadilan Arab Saudi terkait dengan persoalan katering pada penyelenggaraan ibadah haji tahun 2006. Sayang, kemenengan itu tidak dirayakan, tidak banyak terpublikasi, sebagaimana heboh ketika kasus itu mencuat.

Kini, pada peringatan wafatnya Muhammad Maftuh Basyuni, kita patut memetik pelajaran dari almarhum. Yaitu, sikap tegas dan transparan karena hal ini sudah sejalan dengan tuntutan masyarakat dewasa ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun