Seorang pejabat Kementerian Agama (Kemenag) melalui Whatsapp berharap agar kematian anggota jemaah haji di Arab Saudi tidak dihubungkan dengan pelayanan kesehatan. Sebab, kematian bukan menjadi domain manusia.
Pernyataan pejabat ini terkait setelah ia membaca tulisan berjudul "istithaah-kesehatan-bagi-jemaah-haji-belum-mujarab" pada rubrik Kompasiana beberapa waktu silam. Ia nampaknya keberatan dengan alasan bahwa banyaknya anggota jemaah haji wafat dikait-kaitkan dengan pelayanan kesehatan.
Kepada penulis, dalam whatsapp menyebut: "Kematian sebaiknya tdk dihubungkan dg kematian, krn kematian bukan domain manusia. Siapa saja bisa mati tanpa harus sakit, tdk kecapekan menunaikan haji juga bisa mati kapan saja. Layanan kesehatan hanya sebatas upaya manusia utk mengobati org2 yg dianggap sakit. Kematian sebaiknya tdk dihubungkan dg layanan kesehatan thd seseorang. Ralat."
Jawaban pejabat Kemenag - maaf tak saya sebut dalam tulisan ini - menurut penulis terasa sangat sederhana. Bahkan menyederhanakan persoalan tingginya angka wafat pada musim haji 1438 H/2017 M ini. Hal ini bisa dilihat dari laporan per tanggal 18 September 2017 yang kini sudah mencapai 516 orang.
Sekedar menengok ke belakang, jumlah jamaah haji yang wafat pada 2014 sebanyak 297 orang. Tahun-tahun sebelumnya tercatat pada 2013 sebanyak 236 orang, pada 2012 (428 orang).
Pada 2016 tercatat yang wafat mencapai 390 orang. Angka itu, Â jauh lebih kecil jika dibandingkan pada 2015. Pada 2015 jumlah jemaah haji yang meninggal dunia sebanyak 590 orang.Â
Dengan begitu, jumlah anggota jemaah haji wafat pada 2017 yang mencapai 516 orang sudah mendekati angka wafat anggota jemaah haji wafat pada 2015 (560 orang). Tentu saja sudah melampaui angka jemaah wafat pada 2016 yang tercatat 390 orang.
Angka anggota jemaah haji wafat pada tahun ini berpotensi melebihi pada 2015. Kenapa? Ya, karena masih banyak anggota jemaah haji dari Tanah Air kini masih dirawat di RS Arab Saudi.
Pihak jajaran kesehatan yang tergabung dalam Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi hingga kini belum mengeluarkan catatan mengenai hal ini. Sebab, pergerakan pasien yang dirawat cepat sekali berubah. Bisa hari ini dirawat di Rumah Sakit RS King Abdullah, tapi dalam beberapa hari bisa berpindah dari satu lantai ke lantai lainnya. Bisa pula pindah ke Rumah Sakit An-Nur Hospital, King Abdul Azis, atau ke King Faisal Hospital.
Tim pemantau kesehatan PPIH kadang dibuat bingung. Sebab, pelayanan kesehatan disana tak kenal jemaah haji asal dari negara mana. Tetapi lebih mengedepankan bagaimana para tim kesehatan haji setempat memberikan pelayanan optimal. Pemindahan pasien dari rumah sakit yang satu ke tempat lainnya terjadi biasanya terkait dengan dukungan kelengkapan peralatan. Bukan pada kemampuan finansial keluarga pasien.