Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Beranikah Pemerintah Menjadi Penyelenggara Ibadah Umrah?

25 Agustus 2017   01:27 Diperbarui: 26 Agustus 2017   18:27 2322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, kini puncak ritual ibadah haji sudah makin mendekat. Jemaah haji dari seluruh dunia mulai memadati Masjidil Haram, Mekkah. Foto | Dokumen Pribadi.

Penyelenggara perjalanan Ibadah Umrah wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. menyediakan pembimbing ibadah dan petugas kesehatan; b. memberangkatkan dan memulangkan jemaah sesuai dengan masa berlaku visa umrah di Arab Saudi dan ketentuan peraturan perundang-undangan; c. memberikan pelayanan kepada jemaah sesuai dengan perjanjian tertulis yang disepakati antara penyelenggara dan jemaah; dan d. melapor kepada Perwakilan Republik Indonesia di Arab Saudi pada saat datang di Arab Saudi dan pada saat akan kembali ke Indonesia (Pasal 45).

Masih ada beberapa pasal yang mengaturnya tentang sanksi, pembekuan dan pencabutan izin PPIU atau biro penyelenggara umrah.

***

Di tengah makin ramainya anggota jemaah umrah First Travel yang melaporkan kepada pihak berwajib, tersiar berita bahwa anggota dewan - Komisi VIII - akan mengubah UU No.13 tahun 2008 tentang penyelenggaraan ibadah haji dan umrah.

Realitasnya memang persoalan umrah belakangan ini memang makin rumit. Hal itu bisa terlihat dari ramainya warga yang tertipu melapor kepada pusat krisis. Bersamaan dengan itu, pihak otoritas terus menerus memperbarui informasi tentang "gaya hidup" pemilik biro perjalanan umrah First Travel hingga penelusuran penggunaan dana dan penggelapan aset-asetnya.

Sejatinya penelantaran jemaah umrah juga terjadi pada anggota jemaah haji khusus. Ingat kasus penelantaran jemaah RI di Filipina yang menggunakan identitas negara setempat tahun silam. Pergi haji dengan paspor negara lain jelas-jelas sebuah pelanggaran kedaulatan dan undang-undang keimigrasian.

Tegasnya, kini persoalan penyelenggaraan umrah cukup pelik. Karena itu komisi yang membidangi masalah haji dan umrah ini sangat berkepentingan untuk mengatur penyelenggaraan umrah. Dengan harapan, perisitwa "pahit" itu tak melulu terjadi.

Namun patut dipertanyakan, jika saja UU tersebut diubah, beranikah anggota dewan mempertegas kedudukan Kemenag sebagai penyelenggara ibadah haji dan umrah. Untuk haji reguler memang sudah berjalan seperti sekarang.

Itu pun ke depannya berpotensi dipisahkan dari kementerian ini seperti halnya pengelolaan keuangan yang kini ditangani Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH). Kewenangan Kemenag terus menerus makin berkurang dalam hal pelayanan publik. Bisa jadi pula, penyelenggaraan pendidikan tinggi pun akan diambil kementerian lain. Wallahu a'lam bish-shawabi.

Namun sebagai penyelenggara umrah, bolehkah pasal 43 dari UU No.13 tahun 2008 itu direalisasikan? Artinya, pemerinah dapat menyelenggaraan ibadah umrah seperti halnya yang dilakukan biro perjalanan umrah lainnya.

Dengan demikian, dalam melakukan audit penyelenggara umrah, apakah anggota dewan memiliki nyali untuk memberi wewenang kepada Ditjen PHU sesuai UU yang sudah diberlakukan itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun